REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengakui banyak pasukannya yang tewas dalam pertempuran melawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Pashinyan tegaskan pasukan Armenia masih memegang kendali.
Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi nasional Armenia, Pashinyan mengatakan negaranya telah menderita 'banyak korban'.
"Saya membungkuk untuk semua korban, martir, keluarga mereka, orang tua mereka dan terutama ibu mereka dan saya menganggap kehilangan mereka sebagai kehilangan saya, kehilangan secara pribadi, kehilangan keluarga saya," kata Pashinyan seperti dikutip BBC, Kamis (15/10).
"Kami semua harus tahu kami tengah menghadapi situasi yang sulit," tambahnya.
Pashinyan mengatakan walaupun 'kehilangan pasukan dan peralatan' pasukan Armenia masih mengendalikan medan pertempuran. Ia menegaskan pasukan Armenia telah banyak 'menghilangkan kekuatan pasukan dan peralatan musuh'.
"Ini bukan pernyataan frustrasi dan putus asa. Saya memberikan informasi ini karena saya berkomitmen untuk memberitahu rakyat yang sebenarnya," kata Pashinyan.
"Kami harus menang, kami harus hidup, kami harus membangun sejarah kami dan kami tengah membangun sejarah kami, epik baru kami, pertarungan heroik baru kami," tambahnya.
Pemimpin Rusia dan Turki mendesak pertempuran dihentikan. Berdasarkan wilayah administratif yang diakui masyarakat internasional, Nagorno-Karabakh masuk Azerbaijan tapi mayoritas penduduknya orang Armenia.
Pertempuran tahun ini yang dimulai pada 27 September lalu menjadi bentrokan paling intens dalam beberapa tahun terakhir. Sejauh ini kedua belah pihak telah kehilangan ratusan prajurit.
Gencatan senjata yang ditengahi Rusia disepakati kedua belah pihak tapi ambruk satu hari kemudian. Kedua negara telah bertempur sejak tahun 1980-an dan 1990-an. Walaupun sudah mendeklarasikan gencatan senjata pada 1994, tapi mereka tidak berhasil membuat perjanjian damai.