Kamis 15 Oct 2020 16:53 WIB

PM Armenia Akui Konflik Nagorno-Karabakh Makan Banyak Korban

PM Armenia akui banyak pasukannya yang tewas dalam konflik di Nagorno-Karabakh

Rep: Lintar Satria/ Red: Christiyaningsih
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan Armenia pada (6/10/2020) menunjukkan tentara Armenia yang diduga selama bentrokan militer dengan tentara Azeri di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri (juga dikenal sebagai Artsakh). Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri.
Foto: EPA-EFE/ARMENIA DEFENCE MINISTRY PRESS
Foto selebaran yang disediakan oleh Kementerian Pertahanan Armenia pada (6/10/2020) menunjukkan tentara Armenia yang diduga selama bentrokan militer dengan tentara Azeri di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri (juga dikenal sebagai Artsakh). Bentrokan bersenjata meletus pada 27 September 2020 dalam konflik teritorial yang membara antara Azerbaijan dan Armenia atas wilayah Nagorno-Karabakh di sepanjang garis kontak Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri.

REPUBLIKA.CO.ID, YEREVAN -- Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan mengakui banyak pasukannya yang tewas dalam pertempuran melawan Azerbaijan di Nagorno-Karabakh. Pashinyan tegaskan pasukan Armenia masih memegang kendali.

Dalam pidato yang disiarkan stasiun televisi nasional Armenia, Pashinyan mengatakan negaranya telah menderita 'banyak korban'.

Baca Juga

"Saya membungkuk untuk semua korban, martir, keluarga mereka, orang tua mereka dan terutama ibu mereka dan saya menganggap kehilangan mereka sebagai kehilangan saya, kehilangan secara pribadi, kehilangan keluarga saya," kata Pashinyan seperti dikutip BBC, Kamis (15/10).

"Kami semua harus tahu kami tengah menghadapi situasi yang sulit," tambahnya.

Pashinyan mengatakan walaupun 'kehilangan pasukan dan peralatan' pasukan Armenia masih mengendalikan medan pertempuran. Ia menegaskan pasukan Armenia telah banyak 'menghilangkan kekuatan pasukan dan peralatan musuh'.

"Ini bukan pernyataan frustrasi dan putus asa. Saya memberikan informasi ini karena saya berkomitmen untuk memberitahu rakyat yang sebenarnya," kata Pashinyan.

"Kami harus menang, kami harus hidup, kami harus membangun sejarah kami dan kami tengah membangun sejarah kami, epik baru kami, pertarungan heroik baru kami," tambahnya.  

Pemimpin Rusia dan Turki mendesak pertempuran dihentikan. Berdasarkan wilayah administratif yang diakui masyarakat internasional, Nagorno-Karabakh masuk Azerbaijan tapi mayoritas penduduknya orang Armenia.

Pertempuran tahun ini yang dimulai pada 27 September lalu menjadi bentrokan paling intens dalam beberapa tahun terakhir. Sejauh ini kedua belah pihak telah kehilangan ratusan prajurit.

Gencatan senjata yang ditengahi Rusia disepakati kedua belah pihak tapi ambruk satu hari kemudian. Kedua negara telah bertempur sejak tahun 1980-an dan 1990-an. Walaupun sudah mendeklarasikan gencatan senjata pada 1994, tapi mereka tidak berhasil membuat perjanjian damai.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement