REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) mengajak para pemangku kepentingan dalam dialog strategis dalam penyusunan dokumen cetak biru Sistem Nasional Pendidikan dan Pelatihan Pembinaan Ideologi Pancasila (Sisnas Diklat PIP) di Bandung pada tanggal 15 dan 16 Oktober 2020. Sistem nasional yang dikembangkan tersebut merupakan suatu sistem yang merefleksikan pola hubungan antarunsur kelembagaan, standardisasi, dan sumber daya yang membentuk jejaring kerja secara nasional dan internasional dalam penyelenggaraan Diklat PIP yang terencana, terarah, terukur, terstandar, serta berkelanjutan.
Direktur Perencanaan dan Kerja Sama BPIP Sadono Sriharjo, mengatakan penyusunan cetak biru tersebut merupakan langkah strategis dalam perencanaan pengembangan sistem nasional dimaksud, terutama terkait dengan pengembangan kelembagaan, pembangunan jejaring kerja, pembangunan standardisasi, dan pembangunan sumber daya nasional. Pembangunan sistem nasional yang dilakukan memungkinkan diwujudkannya gotong royong nasional dalam upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila dalam praktik kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Secara lebih terperinci, tujuan pembangunan Sisnas Diklat PIP, menurut Sadono adalah: (1) mewujudkan sisnas nasional yang merefleksikan sinergisitas dan gotong royong nasional dalam jejaring kerja nasional dan internasional dalam penyelenggaraan Diklat PIP; (2) meningkatkan kontribusi penyelenggaraan Diklat PIP dalam pembentukan karakter bangsa dan sumber daya manusia Indonesia unggul yang religius, berkarakter, mandiri, dan berbudaya secara terencana, terarah, terukur, terstandar, serta berkelanjutan; serta (3) mengkatalis terwujudnya internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara, pandangan hidup bangsa, dan ideologi negara dalam praktik pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara pada semua lintas generasi secara berkesinambungan.
"Terwujudnya gotong royong nasional dalam penyelenggaraan Diklat PIP merupakan tanggung jawab dari segenap komponen bangsa," ujarnya dalam siaran pers, Jumat (16/10).
Hal ini dapat dipahami karena pembinaan ideologi pancasila merupakan kegiatan yang dimaksudkan untuk melaksanakan, menanamkan, dan menjaga nilai-nilai Pancasila agar dapat ditegakkan dan dapat diterapkan oleh seluruh elemen bangsa di segala bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Penyusunan dokumen cetak biru dilakukan untuk mengkatalis dan mengakselerasi terwujudnya gotong royong nasional dalam penyelenggaraan Diklat PIP ke depan. Penyusunan cetak biru harus adaptif terhadap kebutuhan para pemangku kepentingan dan dinamika lingkungan strategis yang terjadi.
Secara substantif, kata Sadono, dokumen cetak biru perlu mengakomodasikan instruksi Pelaksanaan Presiden dalam Presidential Lecture tanggal 3 Desember 2019 terkait dengan teraktualisasinya rasa Pancasila dalam setiap regulasi, kebijakan, program, dan kegiatan dalam pelaksanaan pembangunan nasional serta pembumian nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda penerus bangsa serta.
"Kondisi geopolitik global juga merupakan salah satu isu strategis karena terjadi pergeseran peta geopolitik karena kepentingan terhadap sumber daya alam yang beralih dari sumber daya energi seperti gas dan minyak bumi ke sumber daya alam berupa unsur tanah jarang untuk pengembangan produk teknologi masa depan," ujarnya.
Tantangan yang tidak kalah strategis adalah pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada era Revolusi Industri 4.0 (Internet of Thing, Artificial Intellegence, Big Data) di semua sektor kehidupan yang mengkatalis terjadinya pemaparan ideologi transnasional, radikalisme, intoleransi, separatisme/disintegrasi. Dalam beberapa decade ke depan masyarakat sudah bertransformasi menjadi masyarakat dijital dengan tatanan sosial baru dengan tantangan yang lebih dahsyat ke depan.
Disamping itu, pelaksanaan pemilu langsung dengan potensi konflik horizontal juga perlu diperhatikan sebagai perencanaan cetak biru yang dilakukan sehingga berbagai upaya preventif dapat dilakukan secara optimal.
Akhirnya, penyusunan cetak biru sistem nasional tersebut dalam konteks pembangunan karakter bangsa juga perlu dilakukan secara komprehensif agar mampu memanfaatkan bonus demografi (usia 15-64 tahun 68,7 persen) yang hanya terjadi satu kali dalam siklus demografi di setiap negara. "Bonus demografi tersebut merupakan golden age dalam pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai lompatan hasil pembangunan nasional," kata Sadono.