REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Dana Moneter Internasional (IMF) menyambut baik rencana Amerika Serikat (AS) untuk menghapus Sudan dari daftar negara pendukung terorisme. IMF pada Jumat (23/10) menyebut penghapusan Sudan dari daftar tersebut dapat memudahkan negara itu menangani utang.
IMF dan Bank Dunia meluncurkan inisiatif Negara-negara Miskin dengan Utang Tinggi (Heavily Indebted Poor Countries/HIPC) pada 1996 untuk memastikan tidak ada negara miskin yang menghadapi beban utang yang tak sanggup ditangani. Namun, proses HIPC sangat panjang serta akan membutuhkan reformasi yang signifikan oleh Sudan.
"Kami semakin memiliki harapan melihat tanda-tanda resmi dari pemerintah AS kepada Kongres soal tujuan untuk menghapus Sudan dari daftar itu. Penghapusan Sudan dari daftar akan menghapuskan salah satu rintangan dalam peringanan utang HIPC," kata Carol Baker, kepala Misi IMF untuk Sudan, dalam pernyataan.
Presiden AS Donald Trump pekan ini mengumumkan keputusannya untuk menghapus Sudan dari daftar yang dibuat AS menyangkut pendukung terorisme. Keputusan itu membuka jalan bagi pengumuman berikutnya pada Jumat bahwa Sudan dan Israel akan melakukan normalisasi hubungan.
Sudan, yang terikat utang luar negeri sebesar 60 miliar dolar AS (sekitar Rp878,4 triliun) itu, secara mendesak memerlukan bantuan finansial untuk menata kembali perekonomiannya. Inflasi negara itu mencapai 167 persen pada Agustus 2020, dan nilai mata uang jatuh saat pemerintah mencetak uang untuk memberikan subsidi pada roti, bahan bakar, dan listrik.
Pada September,IMF mendukung rencana untuk memonitor program 12 bulan reformasi ekonomi yang diterapkan oleh pemerintah transisi baru Sudan --yang berupaya membangun kepercayaan internasional agar mendapat keringanan utang.
Utang luar negeri Sudan yang tinggi dan tunggakan terjadi dalam waktu lama terus membatasi akses negara itu untuk mendapatkan pinjaman luar negeri, termasuk dari IMF yang telah mengutangi sejumlah 1,3 miliar dolar AS (sekitar Rp19 triliun).