REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- PP Hima Persis menginstruksikan kepada seluruh kader se-Indonesia untuk melakukan aksi 28 Oktober bertepatan dengan Hari Sumpah Pemuda. Aksi unjuk rasa ini, sebagai bentuk hadirnya generasi muda dalam mengawal proses berjalannya pemerintahan di Indonesia.
Menurut Ketua Umum PP Hima Persi Iqbal M Dzilal, instruksi ini berdasarkan hasil kajian yang dilakukan bersama berbagai level pimpinan dalam menyikapi moment sumpah pemuda. "Setelah konsolidasi pada 26 Oktober kemarin, PP Hima Persis menyatakan bahwa aksi ini akan diikuti sekitar 500 kader dari tiga pimpinan wilayah," ujar Iqbal kepada wartawan, Selasa (27/10).
Iqbal mengatakan, yang disorot oleh Hima Persis terhadap pemerintahan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin di momentum kali ini terkristal dalam 7 ultimatum Hima Persis untuk Jokowi-Amin.
"Kita menyikapi kepemimpinan Pak Jokowi di periode kedua ini dengan sangat kritis. Berbagai permasalahan muncul dan tak kunjung selesai. Kita sudah rangkum dalam 7 ultimatum," kata Iqbal.
Iqbal menjelaskan, poin-poin tersebut yakni yang pertama, tegakkan hukum dan tuntaskan kasus HAM. Kedua, keluarkan Perpu cabut Omnibus Law. Ketiga, stop KKN dan hentikan oligarki politik di Indonesia. Keempat, stop eksploitasi dan kapitalisasi Sumber Daya Alam Indonesia.
Kelima, hapuskan kapitalisasi pendidikan di Indonesia. Keenam, setop tindakan represif aparat. Dan yang ketujuh, mendesak pemerintah agar fokus dan serius menanggulangi Pandemi Covid-19.
Menurutnya, terkait dengan represifitas aparat yang akhir-akhir ini menjadi sorotan berbagai elemen dalam pengamanan aksi-aksi massa. Hima Persis sangat menyesalkan hal ini karena telah mencederai semangat Demokrasi di kalangan pemuda yang kritis.
Menurut Kabid Polhuk PP Hima Persis, Budi Ritonga, PP Hima Persis juga sebelumnya telah mengkritik cara-cara represif aparat dalam merespon dan mengawal aksi massa tolak Omnibus Law pada tanggal 7-8 Oktober beberapa waktu. Aksi massa tersebut merupakan respon terhadap pengesahan RUU Cipta Lapangan Kerja yang dinilai cacat prosedur dan minim sosialisasi publik juga substansinya sangat sarat dengan kepentingan sektoral.
"Kita sudah kritik itu. Kader-kader kita di daerah-daerah banyak ada yang dipukuli, ditendang, ditembaki gas air mata. Bahkan, seperti di Tanjung Oinang, Kepri dan Di Pekanbaru sampai berakhir di Rumah Sakit. Kita pengenlah di Hari Sumpah Pemuda ini pemerintah agar memahami sepak terjang para pemuda yang sejak 92 tahun lalu bagi Indonesia," papar Budi Ritonga.