REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO – Imam Besar Al-Azhar Mesir, lembaga Islam Sunni terkemuka dunia, Syekh Ahmad Muhammad Ath-Thayyib, berjanji untuk menuntut pelaku penghina Nabi Muhammad di pengadilan internasional.
“Kami akan menuntut siapapun penghina Muhammad SAW di pengadilan internasional, sekalipun menghabiskan sisa umur kami,” ujar dia dilansir di Ahram Online, Selasa (10/11).
Dia menegaskan penolakannya terhadap penghinaan Nabi Muhammad SAW atas nama kebebasan berbicara. "Saya orang pertama yang memprotes kebebasan berbicara ketika kebebasan ini melanggar agama apa pun, tidak hanya Islam," kata dia.
Pernyataan tersebut disampaikan dalam pertemuan pada Ahad (8/11) kemarin dengan Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian. Menlu Le Drian mengunjungi Mesir untuk membantu mengurangi ketegangan menyusul pernyataan Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang Islam.
"Kami menolak menyebut terorisme 'Islami'," kata El-Tayyeb, yang menambahkan setiap orang harus segera berhenti menggunakan istilah ini. Karena, itu menyakiti perasaan Muslim di seluruh dunia dan bertentangan dengan kebenaran yang diketahui semua orang.
El-Tayyeb juga menyampaikan, Eropa berutang budi kepada Nabi Muhammad SAW dan agama Islam. Sebab, cahaya yang telah diperkenalkan Islam telah sampai kepada umat manusia. Muslim di seluruh dunia pun menolak terorisme yang bertindak di bawah kedok agama.
Islam dan Nabi, tegas dia, tidak ada hubungannya dengan terorisme. "Al-Azhar mewakili suara hampir dua miliar Muslim, dan saya katakan teroris tidak mewakili kami dan kami tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Saya umumkan itu di semua forum internasional, di Paris, London, Jenewa, Amerika Serikat, Roma , Negara-negara Asia dan di mana-mana," tuturnya.
"Saat kami mengatakan ini, kami tidak mengatakannya sebagai permintaan maaf. Islam di atas permintaan maaf. Saya dan serban Al-Azhar ini membawa mawar di Bataclan Square (di Paris) dan menyatakan penolakan terhadap segala bentuk terorisme," ungkapnya.
Menurut El-Tayyeb, pelanggaran tentu ada di kalangan pengikut semua agama dan di bawah seluruh sistem. Dia mengibaratkan, kalau Kristen tidak bertanggung jawab atas insiden penyerangan di Selandia Baru, maka umat Islam juga tidak bertanggung jawab atas terorisme orang-orang yang berperang atas namanya.
Imam besar itu juga merujuk pada peran pendidikan dan ideologis Al-Azhar sepanjang waktu dalam menghadapi terorisme. Al-Azhar membuat kurikulum baru yang menegaskan bahwa teroris adalah penjahat dan bahwa Islam tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka.
El-Tayyeb pun memuji ucapan Le Drian selama krisis yang dipicu pernyataan kontroversial Marcon. Menurutnya, pernyataan Le Drian mewakili suara kebijaksanaan.
Dalam pernyataan pers, Le Drian menegaskan rasa hormat Prancis yang dalam terhadap Islam, termasuk perannya dalam budaya, sejarah, dan ilmu pengetahuan Prancis, serta peran Imam Besar El-Tayyeb Al-Azhar dalam menyerukan toleransi dan moderasi.
Le Drian menambahkan, Muslim di Prancis adalah bagian integral dari masyarakat Prancis dan dapat menjalankan ritual mereka di bawah perlindungan negara. Satu-satunya pertempuran yang harus dilakukan bersama dengan mitra di Mesir adalah melawan terorisme dan ekstremisme dan mereka yang mendistorsi agama untuk tujuan politik.
Menteri Prancis mengatakan negaranya membedakan antara Islam dan ekstremis serta menegaskan bahwa Muslim adalah korban utama terorisme. "Dengan institusi besar seperti Al-Azhar, kita harus melawan kombinasi kebencian dan delusi agama ekstremis," katanya.
Di sisi lain, Presiden Prancis Emmanuel Macron sebelumnya membela hak untuk menggambar kartun tentang Nabi Muhammad. Dia menyebut Prancis tidak akan meninggalkan kartun tersebut. Akibatnya, beberapa kampanye diluncurkan di dunia Islam, terutama di media sosial, menyerukan boikot produk Prancis sebagai tanggapannya.