REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aspek pertahanan negara dinilai menjadi sektor utama dalam menentukan kedigdayaan suatu bangsa di mata dunia. Sejumlah mahasiswa doktoral Universitas Pertahanan (Unhan) menilai perlunya mengevaluasi secara terus-menerus pertahanan negara dari berbagai aspek. Sebab, ancaman terhadap kedaulatan sebuah negara, termasuk Indonesia, merupakan hal nyata.
Mahasiswa Doktoral Unhan Laksamana Pertama Suharto mengingatkan pentingnya karakter bangsa maritim. Sejak awal pendiri bangsa telah menggariskan bahwa Indonesia adalah bangsa maritim, hal itu didukung pula dengan letak geografis Indonesia. Menurut Suharto generasi muda penting untuk dikenalkan secara masif kepada laut.
"Harapan kita, karena kita sudah mengatakan kita negara maritim, ya, kita harus memberikan banyak kesempatan kepada generasi muda untuk ke laut. Gimana caranya, ya, kapalnya ditambah," kata Suharto saat kunjungan mahasiswa doktoral Unhan ke KRI Makassar yang tengah bersandar di Kolinlamil, Tanjung Priok, Jakarta Utara, dalam keterangan persnya, Sabtu (14/11).
Suharto menjelaskan, sebagai mantan komandan kapal layar laut, salah satunya Dewa Ruci, yang paling penting bagi Indonesia adalah di laut. Sebab, banyak pelajaran hidup yang bisa diambil.
"Kapal layar itu di laut outbone paling bagus, kerja sama hidup bersama dan di laut itu kan penuh ketidakpastian, di situlah semangat bagaimana orang hidup. Apalagi kalau di laut melihat bagaimana nelayan hidup kalau kita berbicara maritim tetapi tidak pernah ke laut tidak bisa merasakan, ternyata di laut itu enak. Hanya bayangan saja," tutur Suharto.
Sementara itu, Marsekal Pertama Penny Radjendra mengatakan, luas wilayah Indonesia 2 per 3 merupakan lautan. Karena itu, butuh pengembangan penguatan pertahanan ke depan yang lebih komprehensif. Dia juga memandang pemerintahan Joko Widodo sudah memiliki program Maritim Poros Dunia yang relevan dengan pengembangan kekuatan di perairan.
"Pengembangan paling penting adalah penguatan industri dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan alutsista terkait dalam pengamanan wilayah," kata dia.
Dia juga menilai Indonesia merupakan negara terbuka dari setiap sudut penjuru mata angin. Karena itu, pentingnya alutsista yang cukup untuk mengantisipasi ancaman-ancaman, baik dari sisi penindakan, pencegahan, termasuk sistem-sistem pengawasan, terhadap kedaulatan NKRI,
"Satelit, aset-aset di udara juga penting. Kita berbeda dengan negara lain yang tidak terbuka. Kita kan di tengah, center of grativity," kata Kepala Pusat Informasi dan Strategi Pertahan Kemenhan itu.
Brigjen TNI Minan Sinulingga juga sepakat bahwa Indonesia merupakan negara kepulauan. Meski demikian, Indonesia sebenarnya punya andalan mengenai pertahanan terakhir, yaitu pada rakyatnya.
"Sisi angkatan darat, katakanlah kita sudah bertempur habis-habisan di darat, tetapi kita masih punya kekuatan yang dahsyat, yaitu rakyat. Apalagi sekarang ada undang-undang nomor 23 tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara," kata dia.
Dia menyadari Undang-undang itu belum memiliki turunan Peraturan Pemerintah (PP). Namun, dari Undang-Undang itu ada konsepsi tentang komponen cadangan dan pendukung.
"Komponen cadangan itu nanti dibentuk di seluruh Kodam dan Bataliyon cadangan. Intinya kalau dalam doktrin Sishankamrata (sistem pertahanan rakyat semesta) itu, kalau kita perang berlarut, habis, kita masih punya kekuatan rakyat," jelas dia.
Dalam kunjungan ke KRI Makassar 590 itu, hadir puluhan mahasiswa doktoral Unhan, salah satunya Hasto Kristiyanto. Mereka disambut langsung oleh Komandan KRI Makassar 590 Letkol Laut Hariono.