Selasa 17 Nov 2020 17:45 WIB

Tolak Seruan Mediasi, Ethiopia Bom Tigray

Jet tempur Ethiopia dilaporkan telah mengebom ibu kota negara bagian Tigray

Rep: Fergi Nadira/ Red: Christiyaningsih
 Ketua Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan Presiden Wilayah Tigray saat ini Dr. Debretsion Gebremichael berbicara selama wawancara di wilayah Mekele Tigray, Ethiopia, 08 Juni 2019 (dikeluarkan 09 November 2020).
Foto: EPA-EFE/STR
Ketua Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) dan Presiden Wilayah Tigray saat ini Dr. Debretsion Gebremichael berbicara selama wawancara di wilayah Mekele Tigray, Ethiopia, 08 Juni 2019 (dikeluarkan 09 November 2020).

REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA - Jet tempur Ethiopia dilaporkan telah mengebom ibu kota negara bagian Tigray, Senin (17/11) waktu setempat. Hal itu terjadi ketika pemerintah federal Ethiopia menolak tekanan internasional untuk mediasi dalam konflik dengan pemerintah daerah di utara negara.

Perwakilan dari badan pengungsi PBB di Ethiopia Ann Econtre mengatakan rekannya di kota Mekelle menyaksikan serangan udara yang tidak jauh dari tempatnya berada. "Kami tidak tahu targetnya di mana dan siapa yang menjadi target," ujar Ann dikutip laman Aljazirah.

Baca Juga

"Kami telah menghentikan komunikasi dengan rekan kerja saat kami mendapatkan akses ke internet, tetapi kami tetap tahu bahwa semua orang sangat ketakutan dan warga sipil langsung pindah," ujarnya menambahkan.

Menurut empat sumber diplomatik dan militer yang dikutip oleh kantor berita Reuters, angkatan udara Ethiopia menjatuhkan bom di dalam dan sekitar Mekelle. Namun tidak ada informasi tentang korban atau kerusakan juga tidak ada komentar langsung dari pemerintah Ethiopia.

Pemimpin Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) Debretsion Gebremichael mengatakan setidaknya dua warga sipil telah tewas dan beberapa lainnya terluka. Dia mengatakan dalam pesan teks kepada Reuters bahwa sementara Mekelle telah dibom, kota Alamata di selatan Tigray telah dilanda serangan pesawat tak berawak.

Satuan tugas Ethiopia sebelumnya mengatakan pasukan federal telah membebaskan Alamata, wilayah 120 kilometer dari Mekelle. Namun belum ada komentar langsung dari para pemimpin Tigray tentang Alamata.

Dengan internet dan komunikasi telepon sebagian besar terputus dan media dilarang melaporkan dari wilayah utara, tidak mungkin untuk memverifikasi pernyataan yang dibuat oleh semua pihak secara independen. "Konflik tetap sangat aktif. Orang-orang terus bergerak," kata Encontre yang mendeskripsikan situasi yang sangat suram.

Dalam laporan, sekitar 25 ribu pengungsi telah melarikan diri ke negara tetangga Sudan. Ratusan orang dilaporkan tewas sejak Perdana Menteri Abiy Ahmed memerintahkan serangan udara dan serangan darat pada 4 November terhadap penguasa lokal Tigray karena menentang otoritasnya. Kedua belah pihak dituduh melakukan kekejaman terhadap warga sipil.

Abiy sejauh ini menolak tekanan untuk pembicaraan guna mengakhiri konflik yang mengancam kestabilan wilayah Tanduk Afrika yang lebih luas itu. "Kami mengatakan 'Beri kami waktu'. Ini tidak akan memakan waktu sampai selamanya. Itu akan menjadi operasi yang berumur pendek," kata Redwan Hussein, juru bicara satuan tugas krisis pemerintah Tigray.

Dia mengatakan pemerintah Abiy tidak pernah meminta Uganda maupun negara lain untuk menengahi. Hal itu dikatakan setelah Presiden Uganda Yoweri Musevemi bertemu dengan menteri luar negeri dan wakil perdana menteri Ethiopia Demeke Mekonnen.

Museveni, dalam sebuah cicitan resmi di Twitter yang kemudian dihapus, mengatakan tentang pertemuannya dengan Demeke. "Harus ada negosiasi dan konflik dihentikan, jangan sampai itu menyebabkan hilangnya nyawa yang tidak perlu dan melumpuhkan ekonomi," cicit dia.

Demeke pergi ke Kenya setelah itu. Pejabat di Kenya dan Djibouti mendesak resolusi damai dan pembukaan koridor kemanusiaan, sementara mantan Presiden Nigeria Olusegun Obasanjo pergi ke Ethiopia. Negara-negara Eropa juga dilaporkan sedang mempertimbangkan pembicaraan damai. Norwegia berencana untuk mengirim utusan khusus.

Seorang diplomat mengatakan tentara Ethiopia melaporkan telah merebut kembali 60 persen dari Tigray. Pihaknya kemudian merencanakan serangan multi-cabang di Mekelle, yang bertujuan untuk mencapainya dalam tiga hari.

Pasukan Pertahanan Nasional Ethiopia memiliki sekitar 140 ribu personel dan banyak pengalaman dari memerangi pejuang Somalia, pemberontak di wilayah perbatasan dan Eritrea. Akan tetapi banyak perwira senior adalah Tigrayan dan banyak persenjataan terkuatnya ada di wilayah tersebut.

TPLF memiliki sejarah yang luar biasa. Mereka memelopori pawai pemberontak ke Addis Ababa yang menggulingkan kediktatoran Marxis pada 1991 dan menanggung beban perang 1998-2000 dengan Eritrea yang menewaskan puluhan ribu orang.

TPLF yang diperkuat pertempuran, yang mengatur wilayah lima juta orang, mengatakan telah menembakkan roket ke Eritrea pada akhir pekan. Pemimpin Tigray menuduh Eritrea mengirim tank dan tentara melintasi perbatasan untuk melawan mereka. Namun itu dibantah oleh Ethiopia dan Eritrea.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement