REPUBLIKA.CO.ID, LOS ANGELES -- Studio DreamWorks harus menelan pil pahit pada 2003. Pasalnya, film produksi berjudul Sinbad: Legend of the Seven Seas mengalami kerugian.
Film itu seolah diabaikan orang-orang. Penyebab Sinbad gagal di box office diduga akibat dari campur tangan para bos yang ingin kisahnya tetap untuk anak-anak dan keluarga. Padahal, sang pembuat Sinbad ingin menceritakan kisah dewasa Sinbad.
Hal paling menyakitkan dari gagalnya sebuah film animasi adalah film itu terlupakan begitu saja. Sinbad seperti berada di bawah permadani saat DreamWorks berjaya dalam genre komedi dan animasi.
Sinbad bisa saja menjadi permata tersembunyi yang mengasyikan jika desain karakternya mengesankan dan ada dinamika hubungan yang diangkat di dalamnya. Itu bisa menjadi sesuatu yang epik.
Film animasi Sinbad terinspirasi dari legenda Sinbad the Sailor, seorang tokoh mitologi Arab yang pertama kali muncul dalam edisi Seribu Satu Malam. Dalam film tersebut, bajak laut sombong Sinbad (Brad Pitt) dijebak oleh Dewi Eris (Michelle Pfeiffer) karena mencuri artefak yang tak ternilai harganya.
Untuk menyelamatkan nyawa teman mulianya Pangeran Proteus (Joseph Fiennes) yang menawarkan untuk menggantikan posisi Sinbad di penjara, Sinbad harus melakukan perjalanan ke alam Eris di ujung dunia. Bersama krunya, Sinbad berlayar ke ujung dunia, menghadapi beberapa rintangan di sepanjang jalan.
Film animasi Sinbad yang berbeda, mulai dikembangkan di Disney pada 1992. Setelah kesuksesan Aladdin, penulis skenario Ted Elliott dan Terry Rossio mengajukan versi legenda Sinbad the Sailor.
Menurut Rossio, versi aslinya adalah komedi romantis yang dibintangi oleh tokoh-tokoh lain dari mitologi Arab. Proyek itu tidak pernah membuahkan hasil di Disney, meskipun kedua penulis skenario itu terus mengeksplorasi konsep cerita rakyat yang dibentuk kembali menjadi komedi klasik.
Dilansir di Polygon, menurut Rossio, dia dan Elliott berada di bagian produksi DreamWorks pada Desember 2000 untuk membantu garis besar cerita. Versi baru Sinbad secara dramatis berbeda dari komedi romantis yang mereka buat pada 1992 untuk Disney. Mereka mengajukan ide tersebut kepada CEO DreamWorks Jeffrey Katzenberg yang mengira itu akan sempurna untuk film Sinbad.
Katzenberg memilih penulis skenario film Gladiator, John Logan, untuk naskahnya. Logan dinilai sebagai pilihan aneh karena tidak pernah mengerjakan fitur animasi sebelumnya. Namun dia punya alasan sendiri mengapa berani mengambil film tersebut.
Logan memiliki banyak keponakan perempuan dan laki-laki yang masih di bawah umur yang akhirnya mereka dapat melihat salah satu filmnya. "Itu rasanya seperti, 'Oke, kalian tidak bisa melihat Gladiator atau Any Given Sunday, tapi sekarang kamu bisa melihat Sinbad'," kata Logan dalam wawancara pada 2003 dengan IGN.
Demikian pula pengisi suara Sinbad, Brad Pitt, berharap bisa menciptakan sesuatu untuk anak-anak dalam keluarga besarnya. "Mereka tidak bisa masuk menyaksikan film saya karena ada adegan kekerasan," kata Pitt kepada Entertainment Weekly pada 2003.
Fokus pada penonton anak-anak itu menjadi masalah bagi Rossio dan Elliott. Rossio akhirnya meninggalkan produksi pada April 2001. Mereka memiliki harapan yang tinggi untuk cerita tersebut, berharap memberikan akhir yang pahit.
Mereka ingin Sinbad menjauh dan membiarkan Proteus dan Marina bersatu. Tetapi para bos DreamWorks menginginkan akhir bahagia yang lebih konvensional, khususnya dengan Marina dan Sinbad berlayar bersama, memiliki anak-anak.
Rossio tidak suka ini karena dinilainya merusak gravitasi emosional dari persahabatan antara Sinbad dan Proteus yang menjadi inti dari cerita asli. Itu juga membuat Sinbad dan Marina menjadi karakter yang umumnya tidak disukai karena pada dasarnya menipu Proteus, baik dalam arti romantis dan persahabatan.
Rossio akhirnya mengirimkan memo enam halaman kepada tim DreamWorks. Dia merinci dengan tepat apa yang salah dengan pilihan tersebut. "Itu adalah konsultasi terakhir yang diminta untuk kami tampilkan di film tersebut," tulis Rossio. Perselisihan antara Rossio dan Elliott, ide yang seolah lebih matang, dan rencana perusahaan yang ingin film itu ramah anak-anak, akhirnya membuat film itu lumpuh.