REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Pemimpin Agung Iran Ayatollah Ali Khamenei menyatakan pada Sabtu bahwa ia berjanji akan melakukan pembalasan atas pembunuhan terhadap ilmuwan nuklir Iran, Mohsen Fakhrizadeh. Fakhrizadeh yang dituduh oleh negara Barat dan Israel sebagai otak di balik proyek senjata nuklir rahasia Iran. Ia ditembak oleh pria bersenjata ketika berada di dalam mobilnya, di dekat Ibu Kota Teheran, pada Jumat (27/11).
Khamenei--yang menyebut bahwa Pemerintah Iran tidak pernah berupaya membuat senjata nuklir-- juga berjanji untuk melanjutkan kerja Fakhrizadeh. Demikian menurut pernyataannya dalam cicitan di Twitter.
Dalam kicauannya, Khamenei menyebutkan bahwa para pejabat Iran harus menjalankan tugas untuk mengejar kasus ini serta menghukum pelaku dan siapa yang memerintahkannya.
Sebelumnya, Presiden Iran Hassan Rouhani menuding bahwa Israel adalah dalang pembunuhan Fakhrizadeh. Rouhani, dalam rapat kabinet yang disiarkan di televisi, menyatakan bahwa Iran akan merespons "pada waktu yang tepat."
"Sekali lagi, tangan-tangan jahat Arogansi Global dan para pembunuh bayaran Zionis telah ternoda oleh darah seorang putra Iran," kata Rouhani, menggunakan istilah yang merujuk pada Israel saat menyebut Zionis.
Kanal berita Israel, N12, menyebut sejumlah Kedutaan Besar Israel telah meningkatkan kewaspadaan atas ancaman serangan balasan Iran. Pembunuhan ini dapat menyulut konfrontasi baru antara Iran dengan negara-negara musuh, di akhir masa jabatan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Pemerintah Israel menolak berkomentar, begitu pula dengan Gedung Putih, Pentagon, Departemen Luar Negeri AS, Badan Intelijen Pusat (CIA), dan tim pemerintahan transisi Presiden terpilih AS, Joe Biden.
"Baik Iran yang akan melakukan pembalasan ataupun malah menahan diri, akan sulit bagi Biden untuk kembali ke perjanjian nuklir," tulis Amos Yadlin, mantan kepala intelijen militer Israel dan direktur di Institut Kajian Keamanan Nasional Israel, dalam cuitan di Twitter.
Di bawah perjanjian nuklir 2015 dengan sejumlah kekuatan dunia, Iran setuju untuk menahan proyek nuklir dengan syarat mendapat pencabutan sanksi.
Namun pada 2018, Trump menarik AS keluar dari perjanjian tersebut. Sedangkan Biden, yang akan menjabat per 20 Januari 2021, telah menyatakan bahwa ia mungkin akan membawa AS kembali dalam perjanjian jika Iran patuh pada kesepakatan tersebut.