REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara
Masih mewabahnya Covid-19 rupanya tak membuat para guru dan karyawan di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 22 Jakarta Barat merasa khawatir. Terbukti, mereka justru menyelenggarakan kegiatan kumpul-kumpul dan melancong ke luar kota dalam rangka melepas kepala sekolah yang pindah tugas.
Kegiatan yang berlangsung pada 20-25 November 2020, diikuti 47 peserta menggunakan satu unit bus berkapasitas 60 orang, dan satu unit mobil kecil. Merasa dekat satu sama lain, aturan untuk menjaga jarak dan memakai masker pun tak selalu dipatuhi di dalam bus maupun selama perjalanan. Seakan semuanya baik-baik saja dan dalam keadaan sehat.
Sejumlah destinasi yang dikunjungi rombongan tersebut di antaranya Malioboro, Puncak Becici, Air Terjun Sri Getuk, dan sempat mampir ke salah satu rumah makan di Semarang. Setelah perjalanan pulang, salah satu guru peserta acara tur tersebut merasa tidak enak badan usai perjalanan darat ke Jakarta pada 27 November 2020.
Tes usap antigennya menunjukkan hasil reaktif. Begitu juga dari tes usap PCR dan penelusuran kontak, dua guru dinyatakan positif Covid-19. Selanjutnya, tes usap massal terhadap para guru lainnya dilakukan terpisah di lokasi terdekat guru dan karyawan yang terlibat.
Hasilnya, empat guru lain yang melakukan tes usap pada 28 November lalu dinyatakan positif Covid-19. Kemudian pada 30 November, 10 guru positif dinyatakan positif.
Pada Kamis (3/12), 16 guru terkonfirmasi positif Covid-19, setelah tes usap 30 November 2020. Hingga kini, total 43 orang dari 47 guru dan karyawan telah diperiksa dari penelusuran kontak. Hasil sementara penelusuran, 33 orang positif Covid-19 dan tujuh orang dinyatakan negatif.
Acara yang seharusnya memberikan kenangan indah untuk mengantar Kepala Sekolah lama yang purna tugas ke Yogyakarta, berubah menjadi malapetaka. Sebab, acara tersebut membentuk klaster penyebaran Covid-19 di kalangan guru dan karyawan MAN 22 Jakarta Barat.
Kecamatan Palmerah sebagai lokasi Madrasah tersebut, kini tengah menunggu hasil pemeriksaan kesehatan tiga orang sisanya. Sebagai langkah antisipasi penyebaran penyakit, Camat Palmerah Firman Ibrahim telah memerintah petugas kelurahan dan kecamatan melaksanakan sosialisasi, meminta warga meningkatkan protokol kesehatan dan, penyemprotan disinfektan di lingkungan sekolah.
Terbentuknya klaster Covid-19 di kalangan para guru dan karyawan MAN 22 Jakarta Barat tentunya disesalkan sejumlah pihak, terutama Kantor Wilayah Kementerian Agama DKI Jakarta, yang membawahi langsung Madrasah tersebut. Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kanwil DKI Jakarta Nur Pawaiddudin saat dikonfirmasi, mengaku baru mengetahui adanya acara perjalanan ke Yogyakarta tersebut. Rupaya, acara pelepasan Kepala Sekolah lama di MAN 22 Jakarta Barat sama sekali tidak mengajukan izin.
"Jangankan izin, secara formal ataupun non-formal mereka tidak melakukan izin ke kita, atau pemberitahuan minimal itu tidak ada sama sekali," ujar Nur.
Bahkan, yang membuat Nur lebih terkejut, para guru dan karyawan tersebut rupanya tidak mengecek kesehatannya, baik dengan tes cepat atau tes usap sebelum berangkat maupun sesudah dari luar kota. Nur juga mengklarifikasi dalam perjalanan tersebut, tidak ada satupun murid-murid MAN 22 Jakarta Barat yang terlibat dan terpapar Covid-19.
"Jadi, perjalanan ke Yogya itu kami salahkan, karena melakukan perjalanan dalam kondisi yang seperti ini. Tapi yang pasti bukan siswa ya," kata Nur.
Pihaknya juga akan memberikan teguran sejumlah pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara tersebut. Salah satunya yakni inisiator kegiatan tersebut.
Para guru dan dan karyawan diminta melakukan isolasi, baik dengan pantauan petugas kesehatan setempat, maupun secara mandiri, agar tidak menyebabkan penyebaran penyakit tersebut. Nur memastikan kegiatan pembelajaran jarak jauh dan Ujian Akhir Semester (UAS) tetap terlaksana, serta tidak terhalang akibat puluhan guru terpapar Covid-19.
Dia juga mengatakan segala yang berkaitan dengan rencana pembelajaran tatap muka, Madrasah akan mengikuti kebijakan Provinsi DKI Jakarta, selagi pihaknya menangani klaster guru tersebut.
Munculnya klaster rombongan guru dan karyawan MAN 22 Jakarta Barat setelah bepergian ke Yogyakarta, membuat Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) harus waspada. Sekretaris Daerah (Sekda) DIY Kadarmanta Baskara Aji mengatakan pihaknya akan menelusuri jejak rombongan guru dan karyawan tersebut dari salah satu nomor induk kependudukan (NIK) yang didaftarkan di tempat wisata.
Penelusuran tersebut menggunakan "Jogja Pass", sehingga jejak perjalanan rombongan guru MAN 22 Jakarta Barat selama mengunjungi Yogyakarta bisa diketahui. Hingga nantinya, Pemerintah DIY dapat menghubungi para pengunjung lain yang sebelumnya datang di tempat yang sama pada waktu yang bersamaan dengan rombongan dari MAN 22 Jakbar.
"Kami beritahukan kepada pengunjung-pengunjung lain supaya mereka melakukan tes atau mengecek dirinya sendiri karena kemungkinan dia di tempat yang sama di waktu yang sama bersamaan dengan orang yang positif," kata dia.
Kendati memiliki riwayat perjalanan dari Yogyakarta, menurut Aji, hal itu belum bisa menjadi dasar untuk menyimpulkan bahwa paparan Covid-19 terhadap rombongan itu berasal dari Yogyakarta. Aji menduga rombongan tersebut sebelumnya telah membawa penyakit dari Jakarta, kemudian baru terasa setelah merasa capek dalam perjalanan pulang.
Munculnya kasus transmisi Covid-19 para guru MAN 22 Jakbar itu, juga menjadi salah satu dasar pertimbangan DIY untuk memutuskan apakah akan menggelar pendidikan tatap muka atau tidak.
Dalam kasus klaster Covid-19 guru MAN 22 Jakarta Barat, Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia Unifah Rosyidi menilai perlu adanya standar operasional dan prosedur (SOP) pada tenaga pendidik di sekolah pada masa pandemi ini. Apalagi, SOP tertentu akan diperlukan untuk menghadapi rencana pembukaan sekolah tatap muka sebagaimana diatur dalam surat keputusan bersama (SKB) empat menteri untuk awal Januari 2021.
Unifah menilai ada pelanggaran prosedur kerja, di mana seharusnya para guru dibatasi pergerakannya untuk mengajar dari rumah, namun malah bepergian di luar tugas tanpa memeriksakan kesehatan terlebih dulu.
"Saya prihatin atas peristiwa ini dan ini harus jadi catatan semua pihak, sekolah, dinas pendidikan, kementerian harus punya SOP. Kalau SOP untuk WFH, atau SOP boleh sekolah di Januari yang akan datang, dengan begitu pergerakan orang bisa dilihat, dan amat sangat ketat," ujar Unifah.
Dia mengharapkan, Kemenag yang membawahi Madrasah dapat memberi sanksi atas pelanggaran pada SOP kerja pada guru maupun karyawan yang terlibat. Selain itu, Kemenag juga perlu membuat langkah pencegahan terhadap pelanggaran aturan dalam SOP saat pembelajaran tatap muka berlangsung.
Di tengah kasus Covid-19 yang semakin hari kasusnya makin melonjak, di tambah dengan kerinduan pembelajaran tatap muka, seharusnya para guru tidak abai terhadap protokol kesehatan.
Terbentuknya klaster baru akibat abai akan protokol kesehatan akan juga menjauhkan kesempatan murid kembali lagi bersekolah tatap muka. Terlebih, saat pemerintah sebentar lagi akan membuka kegiatan sekolah tatap muka. Maka kewaspadaan tenaga pendidik diperlukan, sehingga siswa tidak menjadi korban.