Selasa 08 Dec 2020 04:10 WIB

Duka di Balik Protokol Penanganan Jenazah Covid-19

Kebenaran hidup yang paling menyedihkan menjadi lebih menyakitkan dengan protokol ekstra bagi korban virus global yang belum pernah terjadi sebelumnya - Anadolu Agency

Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan  melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS).  Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.
Website Anadolu Agency Memuat Ringkasan Berita-Berita yang Ditawarkan kepada Pelanggan melalui Sistem Penyiaran Berita AA (HAS). Mohon hubungi kami untuk memilih berlangganan.

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA - Tahun 2020 akan dikenang sebagai salah satu tahun paling mematikan bagi umat manusia, dengan pandemi yang mengubahnya menjadi mimpi buruk bagi miliaran orang, membatasi setiap aspek aktivitas manusia dari bepergian hingga sekolah, dan merenggut hampir 1,5 juta nyawa dalam waktu kurang dari setahun.

Bahkan ketika kematian datang, orang kaya menjadi tidak punya uang dan orang miskin menjadi tidak memiliki utang, kematian tetap tidak memberikan penghiburan bagi pasien Covid-19 yang menderita, karena protokol pemakaman dan penguburan berbeda secara signifikan dari mereka yang meninggal karena sebab lain.

Baca Juga

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan pedoman umum yang berjudul “Pencegahan dan pengendalian infeksi untuk pengelolaan jenazah yang aman dalam konteks Covid-19” pada Maret dan memperbaruinya berdasarkan studi dan data baru pada awal September.

Selain itu, otoritas kesehatan setiap negara mengeluarkan versinya sendiri, dengan mempertimbangkan budaya dan tradisi.

Berdasarkan apa yang diketahui sekarang, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat mengatakan mereka yakin ada sedikit risiko tertular virus dari jasad pasien Covid-19. AS telah lama memimpin dalam hal jumlah kasus dan kematian, masing-masing dengan lebih dari 13,5 juta dan hampir 270.000 orang.

"Saat ini, CDC menyatakan bahwa orang yang meninggal karena Covid-19 dapat dimakamkan atau dikremasi sesuai dengan preferensi keluarga. Namun, Anda harus memeriksa persyaratan negara bagian dan lokal tambahan yang mungkin menentukan penanganan dan pembuangan jenazah individu yang meninggal karena penyakit menular tertentu," kata lembaga itu dalam laporan terbaru pada awal November.

Menurut pedoman CDC untuk warga Amerika, tim tidak diperlukan dan keluarga bisa mengurus jenazah dengan perlengkapan pelindung yang diperlukan atau mencuci sambil mengenakan pakaian tahan air, masker dan kacamata atau pelindung wajah untuk melindungi dari percikan cairan tubuh. Namun, mereka bisa meminta bantuan dari para pemimpin agama yang terlatih dan staf pemerintah untuk layanan pemakaman.

Tidak seperti korban Ebola, barang-barang pribadi korban meninggal bisa dicuci dengan sabun dan air atau disinfektan dan dikeringkan di bawah sinar matahari langsung.Tidak ada pengangkutan khusus yang diperlukan dan anggota keluarga dapat melihat jenazah di dalam peti mati, tapi harus berdiri setidaknya satu meter dari orang lain yang melihat jenazah sesuai dengan aturan jarak sosial yang relevan.

CDC mengatakan penggunaan kembali alat pelindung mungkin dibolehkan selama alat itu disterilkan dengan benar, mengingat pasokan yang kurang. Jika keluarga perlu mengirimkan abu kremasi, mereka hanya boleh mengirim melalui pos AS. Namun, tidak ada hukum di negara bagian mana pun yang mengharuskan kremasi.

Terlepas dari pendekatan CDC yang terlihat meremehkan, penanganan kematian akibat virus korona telah menciptakan kepanikan dan keputusasaan di AS, negara dengan jumlah kematian dan infeksi tertinggi.

Pada April, muncul gambar peti mati kayu yang ditumpuk untuk dimakamkan di lubang dalam di kuburan massal di New York City oleh para pekerja dengan pakaian hazmat di Pulau Hart, lokasi yang sudah lama digunakan untuk menguburkan tunawisma atau orang miskin yang tidak memiliki kerabat dekat atau yang keluarganya tidak mampu membayar pemakaman.

 

sumber : https://www.aa.com.tr/id/dunia/duka-di-balik-protokol-penanganan-jenazah-covid-19-di-seluruh-dunia/2067971
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement