REPUBLIKA.CO.ID, DOHA--Persatuan Internasional untuk Cendekiawan Muslim (IUMS) menyebut keputusan Maroko untuk menormalisasikan hubungan dengan Israel merupakan tindakan yang bertentangan dengan dukungan yang selama ini diberikan rakyat Maroko untuk rakyat Palestina. Dalam pernyataannya, kelompok yang berbasis di Doha itu mengatakan bahwa Israel masih memonopoli Masjid Al Aqsa, Yarusalem, dan Dataran Tinggi Golan di Suriah, dan diprediksikan akan terus bertambah.
Sementara itu, Liga Cendekiawan Maghreb Arab (AMSL), meminta Rabat untuk mempertimbangkan kembali keputusannya untuk membangun hubungan diplomatik dengan Israel. AMSL juga meminta pemerintah Islam untuk menolak tekanan internal atau eksternal untuk menyerah pada masalah Palestina.
Sebelumnya, Presiden AS Donald Trump mengumumkan Kamis bahwa Israel dan Maroko "telah menyetujui hubungan diplomatik penuh," menyebut kesepakatan itu sebagai "terobosan besar-besaran" untuk perdamaian di Timur Tengah.
Keputusan itu disusul sebuah pernyataan dari Kantor Kerajaan Maroko yang mengonfirmasi bahwa negara itu bermaksud untuk melanjutkan kontak resmi dan hubungan diplomatik dengan Israel "secepat mungkin." Meski mereka menekankan bahwa langkah tersebut tidak akan mempengaruhi komitmen abadi Maroko untuk mendukung perjuangan Palestina.
Menyusul penandatanganan Kesepakatan Oslo pada 1993 antara Palestina dan Israel, Maroko menjalin hubungan tingkat rendah dengan Israel, tetapi setelah pecahnya intifada (pemberontakan) Palestina pada 2000, hubungan itu dengan Israel dibekukan. Maroko menjadi negara Arab keempat yang menormalisasi hubungan dengan Israel pada 2020 setelah UEA, Bahrain, dan Sudan.
Sumber:
https://www.yenisafak.com/en/news/muslim-scholars-condemn-morocco-israel-deal-3556408