Sabtu 19 Dec 2020 06:20 WIB

Mendagri Ingin Imbauan 3M Diubah Jadi 4M

Mendagri Tito Karnavian ingin tambahan menghindari kerumunan sehingga jadi 4M

Mendagri Muhammad Tito Karnavian.
Foto: Dok. Men
Mendagri Muhammad Tito Karnavian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian ingin imbauan 3M yakni memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak ditambah lagi dengan imbauan 1M yaitu menghindari kerumunan sehingga menjadi 4M.

"Saya sering komplain, mohon maaf, dengan bahasa 3M. Saya enggak 'sreg' betul. Maunya 4M, memang harusnya 4M," ujar Tito saat menjadi pembicara dalam ajang penghargaan Innovative Government Awards (IGA) 2020 di Jakarta, Jumat (19/12).

Mendagri menilai imbauan menghindari kerumunan itu sering terlupakan oleh banyak pihak, padahal yang paling berbahaya dalam masa pandemi COVID-19 saat ini adalah terjadinya kerumunan.

"Ini nih yang paling bahaya ini nih, ya kerumunan ini. Jadi, harus menghindari kerumunan," kata Tito.

Tito mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) sudah mulai menggunakan terminologi 4M itu.

Menurut dia, para pegawai Kemendagri tidak lupa untuk menghindari kerumunan dalam setiap aktivitas mereka di luar rumah.

Apalagi, dalam beberapa hari terakhir, kata Tito, yang paling banyak terjadi adalah kerumunan massa, salah satunya kerumunan kegiatan demonstrasi.

Menurut Tito, Kemendagri sudah mulai mempraktikkan upaya mematuhi aturan 4M itu pada saat Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 lalu.

Salah satu upaya mematuhi aturan 4M yang dilakukan Kemendagri adalah dengan mengganti aturan kampanye yang tadinya banyak dilakukan dengan massa yang banyak, menjadi rapat terbatas dengan maksimal 50 orang.

Mendagri berpendapat bahwa aturan yang sama sebetulnya bisa diterapkan pada kegiatan penyampaian pendapat di muka umum atau demonstrasi.

Hal itu, kata dia, agar aparat penegak hukum bisa mencegah terjadinya penularan COVID-19 secara besar-besaran dan tenaga pelacak (tracer) mampu melakukan pelacakan orang yang mengikuti aktivitas penyampaian pendapat tersebut (contact tracing) apabila ada yang dinyatakan positif COVID-19.

"Demo tetap bisa dilaksanakan, tapi harus adaptif dengan situasi pandemi. Demo yang sampai ribuan orang itu jadi 'superspreader', COVID-19 menyebarnya jadi sangat besar sekali. Bagaimana dia mau 'contact tracing' orang yang positif, virusnya pindah-pindah ke orang-orang yang lain. Kalau menurut saya, batasi saja 50 orang," kata Tito.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement