REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI membuka opsi menginjak rem darurat melihat tingginya angka positif Covid-19. Dalam tiga hari terakhir, laporan kasus Covid-19 di DKI mencapai 1.600-an, 1.900-an, dan 2.000-an kasus.
"Menyikapi peningkatan ini (kasus) kami akan terus mengambil berbagai kebijakan. Kita akan lihat nanti beberapa hari ke depan setelah tanggal 3 (Januari 2021) nanti apakah dimungkinkan nanti Pak Gubernur (Anies) akan ada emergency break," kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria di Jakarta pada Ahad (27/12).
Ketua Satgas Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia, Prof Zubairi Djoerban, mengakui, Provinsi DKI perlu mempertimbangkan pemberlakuan rem darurat. Maksudnya, Pemprov DKI mengeluarkan aturan untuk membatasi aktivitas masyarakat agar peningkatkan kasus Covid-19 dapat dikendalikan. Hanya saja, Zubairi menyebut, sebenarnya kebijakan rem darurat lebih tepat dilaksanakan provinsi lain.
"Sebagai catatan. Perlu tidaknya kebijakan rem darurat itu tentu terserah Pemerintah Jakarta. Baiknya bagaimana. Yang jelas, hampir semua rumah sakit sudah penuh. Terima kasih," ucapnya lewat akun Twitter, @ProfesorZubairi. Republika pada Senin (28/12) malam WIB, sudah meminta izin untuk mengutip tweet (cicitan) tersebut.
Menurut dia, kondisi saat ini, banyak daerah yang kesulitan merawat pasien Covid-19. Penyebabnya adalah daya tampung rumah sakit (RS) sudah penuh, dan tidak ada bed tersedia. Karena itu, sebaiknya daerah yang tes Covid-19 rendah, namun angka positif Covid-19 terus muncul sebaiknya melakukan pembatasan aktivitas masyarakat.
"Kasus korona di Jakarta melonjak. Apakah perlu emergency break? Rasanya provinsi lain lebih memerlukan itu. Kenapa? Karena tes PCR di Jakarta persentasenya tinggi sekali, mencapai 10 ribuan per hari. Sementara tes total seluruh Indonesia hanya 29 ribuan. Silakan Anda simpulkan," ujar Zubairi.
Dia juga menyinggung setiap hari laporan kasus positif Covid-19 di Jakarta selalu paling banyak. Meski begitu, menurut Zubairi, hal itu normal saja lantaran jumlah tes di Jakarta lebih banyak dibandingkan daerah lain.
"Jumlah kasus di Jakarta memang lebih banyak, karena mereka melakukan tes lebih banyak. Pun, positivity rate sepekan terakhir di Jakarta itu 11,7 persen. Sementara rata-rata nasional mencapai 21,5 persen. Artinya, risiko penularan di Jakarta lebih rendah ketimbang provinsi lain," kata Zubairi.
Kasus korona di Jakarta melonjak. Apakah perlu emergency break? Rasanya provinsi lain lebih memerlukan itu. Kenapa? Karena tes PCR di Jakarta persentasenya tinggi sekali, mencapai 10 ribuan per hari. Sementara tes total seluruh Indonesia hanya 29 ribuan. Silakan Anda simpulkan.
— Prof. Zubairi Djoerban (@ProfesorZubairi) December 28, 2020