Sabtu 02 Jan 2021 09:31 WIB

Pasal 2d Maklumat FPI dan Lonceng Ancaman Kebebasan Pers

Pakar hukum dan komunitas pers mengecam keras pasal 2d maklumat FPI dari Polri

Maklumat Kapolri terpasang pada barikade pembatas di kawasan Titik Nol Yogyakarta, Selasa (29/12). Barikade dipasang di kawasan Titik Nol Yogyakarta untuk mengurangi keramaian saat libur tahun baru. Kawasan Titik Nol Yogyakarta, Tugu Pal Putih, dan Malioboro masih menjadi tujuan utama wisatawan saat berkunjung ke Yogyakarta.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID -- Oleh Rizkyan Adiyudha

JAKARTA -- Kasus pembubaran Front Pembela Islam (FPI) masih bergerak dinamis. Kepolisian Indonesia (Polri) kini mengeluarkan maklumat soal FPI yang beberapa isinya bersinggungan langsung dengan demokrasi dan kebebasan media.

Kado awal tahun ini disampaikan Kapolri Jenderal Idham Azis. Kapolri  melarang masyarakat untuk mengakses hingga menyebarluaskan konten terkait FPI. '

Hal tersebut mengacu pada penerbitan maklumat bernomor Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut serta Penghentian Kegiatan FPI.

"Masyarakat tidak mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial," demikian salah satu poin Maklumat Kapolri yang diterbitkan pada Jumat (1/1).

Maklumat juga melarang masyarakat untuk tidak terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam mendukung dan memfasilitasi kegiatan serta menggunakan simbol dan atribut FPI. 

Publik diminta segera melaporkan kepada aparat berwenang apabila menemukan kegiatan, simbol dan atribut FPI serta tidak melakukan tindakan yang melanggar hukum.

Menurutnya, maklumat dikeluarkan guna memberikan perlindungan dan menjamin keamanan serta keselamatan masyarakat usai dikeluarkan keputusan bersama tentang larangan kegiatan, penggunaan simbol dan atribut serta penghentian kegiatan FPI.

Sontak, maklumat FPI ini mencuatkan kontroversi serius. Berbagai kalangan menyoal salah satu isi maklumat pada poin 2d yang mengatakan "masyarakat dilarang untuk mengakses, mengunggah dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial."

Ketua Dewan Pers Muhammad Nuh menegaskan media massa baik cetak, online, radio, dan televisi memiliki hak untuk menyiarkan pemberitaan mengenai FPI. 

M Nuh menyatakan media massa tetap berhak memberitakan sejauh seluruh pemberitaannya memenuhi Kode Etik Jurnalistik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement