REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sholat secara berjamaah merupakan suatu ciri khas Islam yang begitu menonjol. Nyatanya, ciri khas ibadah yang dilakukan secara komunal ini tidak langsung ada begitu Islam turun. Lantas kapan pertama kalinya Nabi ajarkan sholat berjamaah?
Dalam buku Fikih Manhaj Imam Syafii dijelaskan, Nabi Muhammad SAW baru melaksanakan sholat berjamaah setelah melakukan hijrah ke Madinah. Selama 13 tahun tinggal di Makkah, beliau sholat tidak berjamaah.
Sebab pada fase dakwah di Makkah, para sahabat masih banyak tertindas sehingga mereka hanya bisa sholat di rumah saja. Maka begitu hijrah ke Madinah, Nabi Muhammad pun selalu melaksanakan sholat berjamaah.
Adapun hukum sholat berjamaah adalah fardhu kifayah bagi Imam Syafii. Artinya, kewajiban berjamaah baru gugur terhadap masyarakat di suatu negeri setelah syiar sholat berjamaah telah nampak.
Jika sholat berjamaah tidak dikerjakan sama sekali atau dilaksanakan diam-diam, maka seluruh masyarakat di tempat itu berdosa dan penguasa wajib memerangi mereka. Allah berfirman dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 102: “Wa idza kunta fihim fa-aqamat lahumusshalaata faltaqum thaaifatun minhum ma’aka,”.
Yang artinya: “Dan apabila engkau (Muhammad) berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu engkau hendak melaksanakan sholat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri sholat besertamu,”.
Dijelaskan bahwa ayat tersebut berbicara mengenai sholat khauf. Adapun jika sholat berjamaah dianjurkan di tengah situasi mencekam, tentu dalam situasi aman lebih dianjurkan lagi. Namun demikian yang perlu diingat, sholat jamaah memiliki keutamaan yang lebih tinggi dibandingkan sholat sendiri-sendiri.
Nabi Muhammad SAW bersabda: “sholatul-jama’ati afdhalu min sholatil-fadzzi bisab’in wa isyrina darajatan,”. Yang artinya: “Sholat berjamaah lebih utama 27 derajat daripada sholat sendirian,”. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun Alaih).