REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron memastikan tidak ada taliban dan radikalisme di lingkungan internal KPK. Dia menilai, isu tersebut sengaja dimunculkan dengan suatu tujuan dari pihak-pihak tertentu.
"KPK mencurigai diangkatnya isu tersebut adalah upaya pihak-pihak yang tujuan-tujuan tertentu apa pun itu," kata Nurul Ghufron di Jakarta, Senin (25/1).
Dia mengatakan, sebagai penegak hukum, KPK akan tetap bekerja pada koridor sesuai aturan yang berlaku. Dia melanjutkan, KPK akan selalu mengedepankan prinsip profesionalisme dan akuntabilitas dalam penanganan perkara. "Kami selalu terbuka atas kritik dan mengajak masyarakat untuk mengawal setiap prosesnya," katanya.
Dia mengungkapkan bahwa video yang kembali diramaikan adalah potongan gambar lama dari kegiatan audiensi KPK pada 11-12 September 2019. Dia menjelaskan, saat itu KPK menerima sejumlah perwakilan masyarakat antikorupsi seperti GAK dan akademisi serta perwakilan Pimpinan BEM yang konsen dengan isu antikorupsi.
"Selama satu tahun saya dan pimpinan KPK periode 2019 – 2023 memimpin KPK, kami pastikan tidak ada radikalisme dan taliban di KPK seperti yang disebutkan," katanya.
Adapun video Taliban yang dimaksudnya sempat diunggah oleh akun Twitter @mochamadarip pada Sabtu (23/1) lalu. Dalam video itu, Febri menjadi orang yang dicatut sebagai anggota Taliban KPK dan disebut tengah menggembleng mahasiswa untuk melakukan tindakan anarkis saat demo menolak revisi UU KPK 2019 lalu.
Hal tersebut lantas mendapat tanggapan dari Penyidik Senior KPK Novel Baswedan. Dia mengatakan, isu radikalisme dan taliban yang kini kembali ramai di media sosial merupakan alat yang digunakan oleh pendukung koruptor yang kepentingannya terganggu dengan kerja pengusutan korupsi yang dilakukan KPK.
"Isu radikal-taliban sudah sering digunakan oleh para pendukung koruptor padahal jelas itu isu tidak benar dan mengada-ada," katanya.