Rabu 27 Jan 2021 18:28 WIB

Ketentuan Anggota KPU Utusan Parpol Juga Diusulkan pada 2017

Usulan ini kemudian gagal menjadi bagian dari ketentuan RUU Pemilu yang disahkan.

Rep: Mimi Kartika / Red: Ratna Puspita
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini
Foto: Republika/Mimi Kartika
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Usulan terkait ketentuan komposisi keanggotaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) memperhatikan keterwakilan partai politik (parpol), pernah mencuat dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum (RUU Pemilu) pada 2017. Usulan ini kemudian gagal menjadi bagian dari ketentuan RUU Pemilu yang disahkan menjadi UU Nomor 7 Tahun 2017. 

"Betul (pernah diusulkan), saat pembahasan UU Nomor 7 Tahun 2017, pascaputusan Mahkamah Konstitusi (MK)," ujar Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini kepada Republika pada Rabu (27/1). 

Baca Juga

Menurut dia, gagalnya aturan keanggotaan KPU berasal dari parpol masuk UU Pemilu itu, karena bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan putusan MK nomor 81/PUU-IX/2011. Putusan MK ini terkait gugatan terhadap Pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum. 

MK mengabulkan permohonan dengan menyatakan pasal 11 huruf i dan Pasal 85 huruf i bertentangan dengan UUD 1945, sepanjang frasa "mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik … pada saat mendaftar sebagai calon" tidak dimaknai "sekurang-kurangnya dalam jangka waktu 5 (lima) tahun telah mengundurkan diri dari keanggotaan partai politik pada saat mendaftar sebagai calon." 

Selain itu, kata Titi, pada saat usulan pasal terkait keanggotaan KPU mewakili parpol tersebut mengemuka, ada kontroversi dan penolakan publik yang sangat kuat, bahkan sampai ada petisi daring. Dalam proses pembahasannya, usulan pasal itu lalu diturunkan oleh pembuat UU, dalam hal ini DPR. 

"Dalam penilaian saya, di-drop-nya Pasal keanggotaan KPU dari unsur parpol karena sangat kuatnya penolakan publik terhadap hal itu. Selain secara faktual ada Putusan MK Nomor 81/PUU-IX/2011, yang Perludem menjadi salah satu pemohonnya," kata Titi. 

Namun, usulan ketentuan serupa muncul kembali dalam revisi UU Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 yang masuk program legislasi nasional sekarang ini. Dalam RUU Pemilu per 26 November 2020, terdapat pasal yang menyebutkan, komposisi keanggotaan KPU memperhatikan keterwakilan parpol berdasarkan hasil pemilihan umum sebelumnya. 

Menurut Titi, usulan pasal itu bisa mendatangkan kemunduran bagi KPU dan mengembalikan kondisi kegaduhan Pemilu 1999. Usulan pasal keanggotaan KPU dari utusan parpol akan menimbulkan kontroversi dan spekulasi upaya melanggengkan kekuasaan oleh kekuatan politik yang ada kini.

"Mestinya Pasal itu bisa diluruskan oleh Baleg (Badan Legislasi DPR) dalam proses harmonisasi yang sekarang sedang berlangsung," tutur Titi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement