REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Manajer Riset dan Program The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research Arfianto Purbolaksono mengatakan, usulan kenaikan ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT) menjadi 5 persen perlu dikritisi. Sebab, kenaikan ambang batas parlemen ini akan memunculkan kekhawatiran tentang perkembangan demokrasi di Indonesia.
Ia mengatakan, parliamentary threshold akan mempengaruhi suara pemilih nantinya. "Sudah selayaknya hal ini (usulan PT 5 persen) kembali dipikirkan oleh DPR, agar suara pemilih tidak banyak terbuang." ujar pria yang akrab disapa Anto itu lewat keterangan tertulisnya, Kamis (28/1).
Ia mengatakan, naiknya PT menjadi 5 persen juga tak menjamin terjadinya penyederhanaan partai politik. Terlebih, ia mengatakan, dengan adanya anggapan bahwa usulan tersebut hanya diusulkan oleh partai-partai besar, yang memunculkan tuduhan bahwa mereka hanya ingin memperkuat kekuasaannya.
"Hal ini tentu mengkhawatirkan bagi perkembangan demokrasi di Indonesia," ujar Anto.
Ia mengatakan, hal ini semakin diperparah dengan adanya pandangan bahwa anggota DPR hanya merepresentasikan partai politik, bukan rakyat. Terbukti dari pembahasan sejumlah RUU yang dinilai tak meresap aspirasi banyak elemen masyarakat.
"Jika masyarakat tidak lagi mempercayai partai politik sebagai institusi demokrasi, maka akan mempengaruhi legitimasi parlemen sebagai representasi takyat dalam sistem demokrasi," ujar Anto.
Sebelumnya, UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menetapkan ambang batas parlemen untuk tingkat DPR sebesar 4 persen. Sementara, UU yang sama membebaskan semua parpol untuk ikut dalam penentuan kursi di DPRD Provinsi dan Kabupaten/kota alias tanpa ambang batas.
Namun, dalam Pemilu 2024 direncanakan ambang batas parlemennya dinaikkan menjadi 5 persen. Hal itu tertuang dalam draf RUU Pemilu yang menjadi masuk ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
“Partai Politik Peserta Pemilu Anggota DPR harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 5 persen (lima persen) dari jumlah suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR,” bunyi Pasal 217 draf RUU Pemilu.