Sabtu 30 Jan 2021 19:15 WIB

Dr Irfan Syauqi: Untuk Berwakaf  tak Harus Punya Aset Mahal 

Pembiasaan berwakaf uang dapat dilakukan sejak dini pada anak-anak.

Wakil Presiden Maruf Amin mendampingi Presiden Joko Widodo saat meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/1).
Foto: KIP/Setwapres
Wakil Presiden Maruf Amin mendampingi Presiden Joko Widodo saat meresmikan peluncuran Gerakan Nasional Wakaf Uang dan Brand Ekonomi Syariah di Istana Negara, Jakarta, Senin (25/1).

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Tidak dapat dipungkiri bahwa instrumen wakaf memiliki potensi yang sangat besar. Baik wakaf aset maupun wakaf uang.

Untuk itu, berbagai upaya dan langkah yang mengarah pada penguatan gerakan wakaf perlu disambut dengan baik. Termasuk deklarasi Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) yang dilakukan Presiden Jokowi bersama Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin, Senin (25/1) lalu.

Terlepas dari dinamika respons masyarakat yang bervariasi dalam menyikapi deklarasi, diharapkan deklarasi tersebut dapat dijadikan momentum untuk terus meningkatkan kualitas pengelolaan wakaf di tanah air, khususnya wakaf uang.

Dr Irfan Syauqi Beik, dosen IPB University dari Program Studi Ilmu Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Manajemen mengatakan wakaf uang adalah instrumen yang memungkinkan semua lapisan umat, baik yang kaya maupun miskin dapat berpartisipasi. 

“Untuk bisa berwakaf tanpa harus terlebih dahulu memiliki aset tetap yang mahal seperti tanah dan bangunan. Bahkan pembiasaan untuk berwakaf uang dapat dilakukan sejak dini pada anak-anak dengan mengajarkan mereka untuk mewakafkan sebagian dari uang jajannya,” jelas Dr Irfan dalam rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (29/1).

Dengan wakaf uang, lanjutnya, semua lapisan umat memiliki kesempatan yang sama untuk melakukan sedekah jariyah yang pahalanya tidak terputus meski seseorang telah meninggal dunia. “Inilah yang menjadi kelebihan dari wakaf uang yang harus terus menerus kita kampanyekan,” tambahnya lagi.

Dr Irfan pun menjelaskan, deklarasi GNWU harus ditempatkan dalam dua konteks utama. Pertama, GNWU pada dasarnya merupakan momentum untuk melakukan penguatan sosialisasi wakaf uang kepada masyarakat.

“Ini sangat penting karena masih banyak masyarakat yang belum mengetahui konsep wakaf uang, bagaimana praktiknya, bagaimana cara menunaikannya, kemana menyalurkannya, dan lembaga nazir mana yang memiliki kapasitas dalam menghimpun dan mendayagunakan wakaf uang ini,” katanya.

Deklarasi GNWU, kata dia, hendaknya ditempatkan dalam bingkai edukasi dan literasi. Tidak hanya itu, deklarasi ini dapat sebagai booster untuk meningkatkan kesadaran publik akan besarnya potensi wakaf yang dimiliki umat ini. “Nantinya, manfaat wakaf uang juga akan kembali kepada umat apabila dikelola dengan baik, amanah dan profesional,” ujarnya.

Kedua, GNWU harus dijadikan sebagai momentum untuk memperkuat peran wakaf uang dalam perekonomian nasional. “Di tengah suasana resesi dan tekanan ekonomi yang sangat berat ini, kita memerlukan keberadaan instrumen yang dapat membantu meringankan beban perekonomian yang ada,” tambah Dr Irfan.

Ia melanjutkan, termasuk beban defisit Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), yang tahun ini diperkirakan mencapai angka 5,7 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).  Apalagi menurut teori keuangan publik Islam, wakaf adalah bagian dari instrumen kebijakan fiskal negara.

Dr Irfan menambahkan, pentingnya membentuk Sovereign Waqf Fund (SWF) yang terinspirasi dari konsep Sovereign Wealth Fund. Tentunya, SWF ini memiliki perbedaan mendasar, namun memiliki tujuan yang sama, yaitu sama-sama ingin mengembangkan perekonomian, mengatasi resesi dan mengeluarkan Indonesia dari perangkap middle income trap. Jika Sovereign Wealth Fund direalisasikan dalam bentuk Lembaga Pengelola Investasi (LPI), maka sangat mungkin, Sovereign Waqf Fund juga didirikan Lembaga Pengelola Investasi Wakaf (LPIW).

"Untuk memikat para wakif, maka dapat juga diberikan insentif pajak atas setiap wakaf uang yang didonasikannya, misalnya, sebagai kredit pajak. LPIW ini dalam praktiknya, dapat mengumpulkan dana wakaf, bukan hanya yang berasal dari dalam negeri, namun juga luar negeri, di mana banyak filantropist muslim dunia yang dapat dibidik,” ungkap Dr Irfan.

Ia pun menjelaskan LPIW ini hendaknya diawasi oleh suatu dewan pengawas yang diketuai oleh Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan beranggotakan sejumlah kementerian dan unsur masyarakat. Adapun pelaksanannya, dapat direkrut para tenaga profesional dari unsur masyarakat.

Lebih lanjut dikatakannya, pembahasan LPIW ini memerlukan kajian yang mendalam dan akan ada banyak aturan yang memerlukan perubahan. Namun dirinya optimistis, dengan potensi aset wakaf senilai Rp 2 ribu triliun dan potensi wakaf uang sebesar Rp 188 triliun, maka harusnya berbagai hambatan regulasi bisa dicarikan jalan keluarnya, misalnya melalui amandemen Undang-undang Wakaf atau menerbitkan Perppu.

“Yang terpenting, harus ada political will yang kuat untuk memanfaatkan wakaf uang ini untuk kesejahteraan masyarakat,” pungkasnya. 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement