Senin 22 Feb 2021 19:58 WIB

HPSN 2021, Saatnya Kelola Sampah Jadi Bahan Baku Ekonomi

Dengan waste to resource sampah bisa menjadi sumber energi alternatif.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada sambutannya di acara Peringatan HPSN 2021 bertemakan “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi” yang diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) dari Jakarta, Senin, (22/2).
Foto: Kementerian LHK
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada sambutannya di acara Peringatan HPSN 2021 bertemakan “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi” yang diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) dari Jakarta, Senin, (22/2).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peringatan Puncak Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2021 menjadi momentum penting untuk memperkuat posisi sektor pengelolaan sampah sebagai pendorong pertumbuhan perekonomian Indonesia. Hal ini merupakan perwujudan dari salah satu prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan, yaitu waste to resource melalui pelaksanaan ekonomi sirkular (circular economy) dan sampah menjadi sumber energi alternatif.

"Prinsip dan langkah-langkah tersebut, merupakan perwujudan dan praktek terbaik dalam menjadikan sampah sebagai bahan baku ekonomi," ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada sambutannya di acara Peringatan HPSN 2021 bertemakan “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi” yang diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) dari Jakarta, Senin, (22/2).

Baca Juga

Pendekatan ekonomi linier dalam pengelolaan sampah dengan ciri khas make, consume, dan dispose, disebut Menteri Siti juga harus digantikan dengan ekonomi sirkular dengan memegang prinsip regenerate natural system, design out of waste, dan keep product and material in use melalui strategi elimination, reuse, dan material circulation dengan menjalankan phase out barang dan kemasan barang sekali pakai, redesign barang dan kemasan barang agar tahan lama (durable), dapat dikembalikan untuk diguna ulang (returnable and reusable), dapat didaur ulang (recyclable), mudah diperbaiki (repairable), dapat diisi ulang (refillable), dapat di-charge ulang (rechargeable), dan dapat dikomposkan (compostable).

"Pendekatan baru dimaksud tepat menggantikan pendekatan end of pipe atau dengan melakukan kombinasi kerja dengan pendekatan end of pipe yang selama ini dijalankan, yakni dengan mengimplementasikan pendekatan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle), tanggung jawab produsen yang diperluas (extended producer responsibility, EPR), pengolahan dan pemanfaatan sampah menjadi sumber daya, baik sebagai bahan baku maupun sumber energi terbarukan, serta pemrosesan akhir sampah di TPA yang berwawasan lingkungan," ucap Menteri Siti dalam siaran persnya.

photo
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya pada sambutannya di acara Peringatan HPSN 2021 bertemakan “Sampah Bahan Baku Ekonomi di Masa Pandemi” yang diselenggarakan secara hybrid (luring dan daring) dari Jakarta, Senin, (22/2). - (Kementerian LHK)

Selain pendekatan ekonomi sirkular, perwujudan sampah sebagai bahan baku ekonomi dapat pula melalui pendekatan sampah sebagai sumber energi alternatif (recovery energy of waste) melalui implementasi sampah menjadi bahan bakar (refuse derived fuel, RDF), sampah menjadi energi listrik (waste to electricity) atau sampah menjadi energi panas (waste to heat).

"Ini menjadi persoalan yang sangat serius dengan multi dimensi forward and backward linkage yang ada, sehingga pelibatan seluruh komponen masyarakat menjadi penting dan resonansi kepedulian persoalan sampah secara terus menerus sungguh-sungguh diperlukan," tambahnya.

Dengan jumlah timbulan sampah nasional yang ada saat ini masih sangat besar, yaitu mencapai sekitar 67,8 juta ton pada tahun 2020 dan masih akan terus bertambah, maka perlu langkah pengelolaan persampahan yang lebih baik, yang direfleksikan dalam langkah-langkah berupa, komunikasi, informasi, dan penyadar-tahuan atau edukasi (KIE).

Beberapa kebijakan dan peraturan bahkan bersifat progresif dan cukup berani telah dilahirkan, seperti antara lain berupa penetapan target pengurangan dan penanganan sampah yang terhitung ambisius, yaitu 30 persen pengurangan sampah dan 70 persen penanganan sampah, serta phase-out dan pelarangan beberapa jenis plastik sekali pakai seperti kantong belanja plastik, sedotan plastik, dan wadah styrofoam. Tercatat sampai saat ini, terdapat dua provinsi dan 39 kabupaten/kota yang telah mengeluarkan kebijakan daerah terkait pelarangan dan pembatasan plastik sekali pakai. Atas langkah progressif daerah-daerah ini, Menteri Siti menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi.

Kontribusi pemerintah pusat pun disebut Menteri Siti tidak kalah banyak, diantara berupa bantuan sarana dan prasarana, asistensi penyusunan peraturan, pelatihan, pilot proyek, subsidi, dan insentif lainnya. Dari sisi subsidi, pemerintah pusat telah mengeluarkan 3 skema subsidi yang berbeda, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK), Dana Insentif Daerah (DID), dan Bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS). Kemudian untuk sarana dan prasarana pengelolaan sampah, pemerintah pusat sudah membantu penyediaan Tempat Pengolahan Sampah Berbasis 3R (TPS3R), Pusat Daur Ulang (PDU), Bank Sampah Induk, kendaraan pengumpul dan pengangkut sampah, fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), fasilitasi pembangunan pengolahan sampah tenaga termal serta tempat pemrosesan akhir (TPA) tingkat lokal dan regional.

"Kami berharap bantuan pemerintah pusat dalam bentuk sarana dan prasarana, subsidi, dan insentif lainnya dapat menjadi pemicu percepatan peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah, yang sampai hari ini secara rerata nasional masih di bawah 50 persen dari target 100 persen di 2025," harapnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement