REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSEL -- Uni Eropa menjatuhkan sanksi kepada empat pejabat senior Rusia yang dekat dengan Presiden Vladimir Putin terkait penahanan kritikus Kremlin Alexei Navalny. Penangkapan Navalny telah menuai protes yang meluas di Rusia.
Navalny ditangkap setelah kembali ke Moskow pada bulan lalu dari Jerman. Dia berada di Jerman untuk menjalani perawatan kesehatan atas insiden peracunan yang hampir membunuhnya di Siberia. Racun yang digunakan adalah agen saraf yang bersifat mematikan. Navalny menduga, insiden peracunan itu diperintahkan oleh Presiden Putin.
Navalny dipenjara pada 2 Februari karena melanggar ketentuan pembebasan bersyarat, tetapi dia menyebut hukumannya bermotif politik. Dia kalah banding pada Sabtu (20/2).
Seorang diplomat Uni Eropa mengatakan, sanksi yang diusulkan adalah larangan perjalanan dan pembekuan aset yang menargetkan Alexander Bastrykin yang menangani penyelidikan kejahatan besar dan melaporkan langsung ke Putin. Sasaran lainnya adalah Igor Krasnov yang menjadi jaksa penuntut umum Rusia setahun yang lalu.
Pejabat ketiga dalam daftar draf adalah Viktor Zolotov, kepala Pengawal Nasional Rusia, yang secara terbuka mengancam Navalny dengan kekerasan pada September 2018. Orang keempat yang disebutkan oleh diplomat itu adalah Alexander Kalashnikov, kepala layanan penjara federal.
Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan, sanksi akan diberlakukan di bawah kerangka baru yang memungkinkan Uni Eropa mengambil tindakan atas pelanggar hak asasi manusia di seluruh dunia. Dia berharap sanksi akan siap dalam seminggu ke depan. Sebelumnya, Uni Eropa telah memberikan sanksi kepada enam orang Rusia dan pusat penelitian ilmiah negara bagian sebagai tanggapan atas perlakuan terhadap Navalny.
Kesepakatan untuk menjatuhkan sanksi kepada Rusia muncul setelah Prancis, Jerman, Polandia, dan negara-negara Baltik mendesak Uni Eropa agar mengirimkan pesan kepada Putin terkait penangkapan Navalny yang menyebabkan aksi protes di seluruh Rusia.