REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Polisi Myanmar melancarkan tindakan keras di distrik Yangon, Kamis (25/2) malam waktu setempat. Kekerasan polisi terjadi setelah mereka membubarkan protes untuk menentang pejabat lokal yang ditunjuk militer.
Kekerasan Kamis malam pecah (25/2) di jalan-jalan pusat komersial Yangon setelah beberapa dari sekitar 1.000 loyalis militer menyerang pendukung dan media pro-demokrasi. Beberapa orang dipukuli oleh sekelompok pri yang beberapa diketahui bersenjata pisau. Sementara yang lainnya menembakkan ketapel dan melemparkan batu. Video dari saksi mata menunjukkan setidaknya dua orang ditikam.
Saksi mata mengatakan, dalam insiden terpisah, polisi anti-huru hara menembakkan gas air mata ke lingkungan Tamwe di Yangon untuk membubarkan kerumunan yang memprotes penggantian pejabat lokal oleh militer. Penduduk kemudian mengatakan mereka mendengar tembakan berulang-ulang dan bahwa polisi tetap berada di beberapa bagian distrik sampai sekitar pukul 02.00 pada hari Jumat.
"Kami benar-benar ketakutan," kata salah seorang warga yang meminta namanya tidak disebutkan dikutip laman Channel News Asia, Jumat (26/2).
Pendukung Aung San Suu Kyi mengunggah di media sosial bahwa mereka bermaksud mengadakan protes lagi di Tamwe pada Jumat pagi (26/2). Facebook mengatakan bahwa karena kekerasan mematikan sejak kudeta itu telah melarang militer Myanmar menggunakan platform Facebook dan Instagram.