REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah pada Jumat (26/2) jelang dini hari tengah malam. Menurut Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Bambang Widjojanto, terdapat lima fakta korupsi yang selalu saja tanpa jeda, terus berulang dalam kasus dugaan korupsi Nurdin Abdullah. Ini juga sekaligus menegaskan pola kejahatan korupsi.
Pertama, ada mega proyek Makassar New Port (MNP) yang nilainya mencapai Rp 2,8 triliun yang diduga sebagai pintu masuk kejahatan korupsi. Kedua, pihak yang diamankan dalam OTT selalu hampir sama, yaitu orang yang sebagiannya terdiri atas kontraktor dan ASN yang menjadi pejabat struktural Pemprov. Ada pihak kontraktor yang selalu punya relasi yang bersifat 'istimewa' dengan kepala daerah.
"Misalnya saja, AS yang juga dicokok KPK, ternyata diduga pemilik PT Agung Perdana Bulukumba yang sudah menjadi langganan Nurdin Abdullah di beberapa tender proyek dalam belasan tahun terakhir sejak Nurdin jadi Bupati Bantaeng," ujar Bambang Widjojanto, Sabtu (27/2).
Selain itu, ada korporasi yang diduga terafliasi PT Banteng Laut Indonesia dan PT Nugraha Indonesia Timur, milik dari pihak yang diduga menjadi bagian dari Tim Sukses Nurdin di Pilkada. Kemudian, fakta ketiga yakni sumber daya alam (SDA) yang selalu menjadi sasaran empuk untuk dikorupsi melalui 'transaksi' perizinan.
"Fakta ini menegaskan bukan penyederhanaan yang perlu dapat fokus perhatian tapi 'jual beli' kewenangan yang harus diawasi dan terus diberantas. Pada konteks ini, Quo Vadis UU Omnibus Law," jelas Bambang.
Fakta keempat yakni rekam jejak digital korporasi di atas sudah punya masalah, tapi punya indikasi terus 'dipelihara'. Misalnya, korporasi terlibat dalam perkara di KPPU. Bambang mengungkapkan bahwa PT Agung Perdana Bulukumba menjadi pemenang dalam paket lelang yang menjadi objek baik dalam Perkara No. 16/KPPU-I/2018 maupun Perkara No. 17/KPPU-I/2018.
Fakta kelima, yakni pelaku kejahatan sebagiannya, selalu saja menjadi bagian dari the ruling party atau partai yang menjadi bagian dari kekuasaan. Karena Nurdin Abdulah ternyata diusulkan dan didukung oleh partai penguasa.
Yang mengenaskan, lanjut Bambang, Nurdin Abbdullah berkali mendapatkan penghargaan yang seolah 'memuliakannya', tapi malah meninggikan-kejatuhannya. Mulai dari Bung Hatta Anti-Corruption Award, Tokoh Perubahan, Penghargaan Tempo, 10 Kepala daerah Teladan hingga Good Governance Award 2020. "Kita akan lihat, apakah pemberi penghargaan, punya 'keberanian moral' untuk mencabut seluruh gelar kehormatan itu," tambah Bambang.
Selain itu Bambang menduga bahwa 'Prof Andalan' yang merupakan akronim dari Profesor Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman, bisa saja tidak hanya 'disuap' uang satu koper sebesar Rp 1 miliar yang sudah diamankan dari Rumah Makan Nelayan Jalan Ali Malaka, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar. Karena korupsi adalah kejahatan terorganisir yang terjadi dalam rentang waktu yang sudah lama.
"Jika benar ada korupsi di Sulsel dan diduga melibatkan gubernurnya, semoga penyidikan KPK mau dan mampu mengungkap itu semua," tandas Bambang. (Idealisa masyrafina)