REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Pemerintah Turki mengecam penggunaan kekuatan tak proporsional oleh militer Myanmar terhadap massa pengunjuk rasa penentang kudeta. Ankara menyerukan agar aksi kekerasan segera dihentikan.
"Kami mengamati dengan keprihatinan mendalam bahwa stabilitas di Myanmar memburuk setelah kudeta pada 1 Februari 2021," kata Kementerian Luar Negeri Turki dalam siaran pers pada Ahad (28/1), dikutip laman Anadolu Agency.
Turki meminta demokrasi di Myanmar segera dipulihkan. "Kami menyerukan langkah-langkah yang perlu diambil untuk pemulihan demokrasi tanpa penundaan guna menjaga perdamaian dan stabilitas di negara tersebut serta segera hentikan kekerasan terhadap pengunjuk rasa damai," katanya.
PBB, Uni Eropa, dan Amerika Serikat (AS) juga turut mengecam aksi kekerasan aparat keamanan Myanmar terhadap demonstran penentang kudeta. Mereka mendesak militer yang kini mengontrol jalannya pemerintahan menghormati tuntutan rakyat.
"Penggunaan kekuatan mematikan terhadap pengunjuk rasa damai dan penangkapan sewenang-wenang tidak dapat diterima," kata juru bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan pada Ahad (28/1).
Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell secara khusus menyoroti aksi penembakan yang menelan nyawa warga sipil. "Dalam penembakan terhadap warga yang tidak bersenjata, pasukan keamanan telah secara terang-terangan mengabaikan hukum internasional, dan harus dimintai pertanggungjawaban," ujarnya.