Jumat 05 Mar 2021 07:55 WIB

Target KLB Diprediksi untuk Bikin Partai Demokrat Kembar

Posisi AHY masih sulit dilengserkan karena AD/ART tidak beri ruang KLB.

Tangkapan layar video Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menanggapi adanya gerakan pengambilalihan kepemimpinan Partai Demokrat.
Foto:

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat  yang digagas sejumlah mantan kadernya diduga sudah bergeser target. Jika semula untuk melengserkan  Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dari jabatannya, menjadi sebatas membuat  dua kubu kepengurusan partai.

Demikian analisis yang disampaikan peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA, Toto Izul Fatah, kepada pers di Jakarta, Jumat (5/3). “Saya kok melihat posisi AHY ini masih cukup sulit untuk dijatuhkan karena dukungan mayoritas pengurus. Makanya, target KLB bergeser, yang penting ada dua kubu kepengurusan partai Demokrat,” kata Toto kepada Republika.co.id, Jumat (5/3).

Baca Juga

Pergeseran target itu, kata Toto, terjadi karena para penggagas KLB Demokrat melihat posisi AHY sebagai ketua umum masih cukup kokoh. AHY masih didukung mayoritas pengurus, baik pusat, DPD, maupun DPC.  Meskipun, tidak tahu, apakah loyalitas para pengurus itu bertahan hingga KLB benar-benar digelar atau berakhir ‘masuk angin’ lewat  ‘operasi sunyi’  oknum kekuasaan.

Hal yang pasti, menurut Direktur Eksekutif Citra Komunikasi LSI Denny JA ini, selain faktor dukungan yang masih relatif solid kepada AHY, KLB juga akan terkendala dengan legitimasi. Merujuk pada AD/ART partai, salah satu syarat sah KLB itu harus atas persetujuan Majelis Tinggi Partai.

Selain itu, kata Toto, KLB juga baru dianggap sah jika dihadiri sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah DPD dan 1/2 dari jumlah DPC. Kalau merujuk pada ketentuan konstitusi partai, KLB tersebut pasti kehilangan legitimasi. Sebab, tak mudah buat panitia KLB untuk memenuhi syarat tersebut. “Apalagi, adanya ketentuan yang mengharuskan adanya persetujuan Majelis Tinggi Partai,” ujarnya menegaskan.

Baca juga : Sri Mulyani: Pajak Impor Vaksin Capai Rp 3,67 Triliun

Karena itu, Toto menambahkan, hanya ‘jurus mabuk’ yang bisa memuluskan digelarnya KLB Demokrat itu, dengan segala risiko buruk yang akan diterimanya. Salah satunya, kehilangan legitimasi publik karena dianggap melakukan praktik ‘politik kotor’.

“Bahkan, bukan mustahil  berimbas pada citra buruk pemerintahan Jokowi, jika praktik berdemokrasi yang tidak sehat itu berujung pada  keputusan pemerintah lewat Menkumham untuk melegalkan hasil KLB,” katanya.

Toto mengaku tidak tahu pasti, apakah KLB ini merupakan bagian dari agenda senyap tangan kekuasaan...

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement