Ahad 07 Mar 2021 19:04 WIB

China Bersedia Buka Komunikasi dengan AS

Beijing berharap Washington dapat menghapus pembatasan kerja sama pada masa Trump.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andri Saubani
Aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Virginia, Amerika Serikat. China mengumumkan daftar baru dari produk-produk asal AS yang layak mendapatkan keringanan dari tarif pembalasan. Tarif baru ini diumumkan di tengah tekanan yang terus-menerus terhadap China untuk meningkatkan impor dari AS.
Foto: AP Photo/Steve Helber
Aktivitas ekspor-impor di Pelabuhan Virginia, Amerika Serikat. China mengumumkan daftar baru dari produk-produk asal AS yang layak mendapatkan keringanan dari tarif pembalasan. Tarif baru ini diumumkan di tengah tekanan yang terus-menerus terhadap China untuk meningkatkan impor dari AS.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Diplomat tinggi pemerintah China Wang Yi mengatakan, Beijing bersedia untuk membuka komunikasi dengan Amerika Serikat (AS) atas dasar saling menghormati. Beijing berharap Washington dapat menghapus semua pembatasan kerja sama yang "tidak masuk akal" secepat mungkin.

Ketika ditanya tentang gesekan antara AS-China belum lama ini terkait Taiwan, Xinjiang, dan Laut China Selatan, Wang mengatakan bahwa Beijing, "Tidak akan pernah menerima tuduhan dan fitnah yang tidak berdasar". Wang menambahkan, AS telah menggunakan demokrasi dan hak asasi manusia sebagai landasan untuk mencampuri urusan negara lain secara sewenang-wenang.

Baca Juga

"AS harus menyadari hal ini secepat mungkin, jika tidak dunia akan terus mengalami ketidakstabilan," ujar Wang.

Wang menambahkan, perbedaan antara China dan AS harus dikelola dengan hati-hati. Kedua belah pihak harus mengedepankan persaingan yang sehat, bukan saling menyalahkan tanpa alasan mendasar.

Di bawah pemerintahan mantan Presiden Donald Trump, AS menjatuhkan serangkaian sanksi terhadap China dan para pejabatnya atas kebijakan di Xinjiang, Hong Kong, dan kebijakan ekonomi Beijing. Sanksi tersebut masih berlaku di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden.

Pemerintahan Biden mengindikasikan akan melanjutkan pendekatan terhadap China seperti yang dilakukan oleh Trump. Namun, kali ini Biden akan berkoordinasi dengan sekutu sebelum mengambil kebijakan terkait China. Biden ingin memutus pendekatan "America First" yang diusung oleh Trump dengan kembali terlibat dengan sekutu dan fokus pada diplomasi multilateral.

Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan, China merupakan tantangan geopolitik paling berat yang dihadapi oleh AS. Blinken menyebut hubungan AS-China merupakan ujian geopolitik terbesar abad ke-21.

“China adalah satu-satunya negara dengan kekuatan ekonomi, diplomatik, militer, dan teknologi yang secara serius menantang sistem internasional yang stabil dan terbuka, semua aturan, nilai, dan hubungan yang membuat dunia bekerja seperti yang kita inginkan,” kata Blinken, dilansir Aljazirah, Kamis (4/3).

Blinken menambahkan, dalam menghadapi tantangan dari China dan Rusia, militer AS mengalihkan penekanannya dari "platform warisan dan sistem senjata yang tidak diperlukan untuk membebaskan sumber daya untuk investasi" dalam teknologi mutakhir. Blinken sependapat dengan menteri luar negeri sebelumnya, Mike Pompeo bahwa China telah melakukan upaya genosida terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement