REPUBLIKA.CO.ID, BERN -- Swiss mengesahkan kebijakan larangan pemakaian burqa dan niqab bagi wanita di tempat umum setelah pemungutan suara, Ahad (7/3) waktu setempat. Referendum larangan pemakaian niqab didukung lebih dari 51 persen pemilih Swiss.
Pemilihan memberikan suara untuk mendukung inisiatif yang melarang orang-orang menutupi wajah mereka sepenuhnya di ruang publik seperti di jalan, toko, dan restoran. Namun, cadar wajah penuh masih tetap akan diizinkan hanya untuk dipakai di dalam tempat ibadah, dan untuk keperluan adat istiadat semisal karnaval.
Penutup wajah yang dikenakan karena alasan kesehatan dan keselamatan juga dikecualikan dari larangan tersebut. Ini artinya masker yang dikenakan karena pandemi Covid-19 tidak akan terpengaruh oleh undang-undang baru tersebut.
Parlemen Swiss dan tujuh anggota dewan eksekutif yang merupakan pemerintah federal negara itu menentang proposal tersebut. Mereka berpendapat bahwa cadar wajah penuh mewakili "fenomena pinggiran". Mereka sebaliknya mengusulkan inisiatif yang akan memaksa orang untuk membuka penutup wajah mereka ketika diminta untuk mengonfirmasi identitas mereka kepada pejabat.
Kelompok Muslim mengkritik larangan tersebut. "Ini jelas merupakan serangan terhadap komunitas Muslim di Swiss. Apa yang dimaksudkan di sini adalah untuk lebih menstigmatisasi dan meminggirkan Muslim," kata Anggota Les Foulards Violets, sebuah kolektif feminis Muslim, Ines Al Shikh seperti dikutip laman the Guardian, Senin (8/3).
"Kebijakan simbolis ini ditujukan terhadap wanita dan pria Muslim," kata Federasi Organisasi Payung Islam Swiss dalam sebuah pernyataan.
Aliansi para pelaku bisnis perhotelan dan profesional pariwisata dari kawasan Berne dan Jenewa juga menentang larangan tersebut dengan alasan akan mengurangi jumlah pengunjung dari negara-negara Arab. "Larangan burqa akan merusak reputasi kami sebagai tujuan wisata yang terbuka dan toleran," kata Nicole Brandle Schlegel dari organisasi payung Hotellerie Suisse.
Para pendukung larangan berpendapat bahwa larangan itu juga dimaksudkan untuk menghentikan pengunjuk rasa jalanan yang kejam dan perusuh sepak bola yang memakai kedok. Menurut pendukung, teks referendum tidak secara eksplisit menyebutkan Islam atau kata-kata “niqab” atau “burqa”.
Kendati demikian, kampanye mereka membingkai referendum sebagai putusan tentang peran Islam dalam kehidupan publik. Inisiatif di balik referendum diluncurkan pada 2016 oleh Komite Egerkingen, sebuah asosiasi yang juga berhasil mendorong pemungutan suara untuk melarang pembangunan menara baru pada 2009, dan yang memiliki hubungan dengan partai populis sayap kanan Rakyat Swiss.
Iklan kampanye yang dibayarnya menunjukkan seorang wanita yang mengenakan niqab dan kacamata hitam dengan slogan: "Hentikan ekstremisme! Ya untuk larangan cadar."
Jumlah populasi Muslim Swiss ada sekitar 5 persen dari yang total penduduk 8,6 juta, atau sekitar 390 ribu orang. Sebagian besar berasal dari Turki, Bosnia dan Kosovo.
Hasil referendum berarti Swiss akan mengikuti Prancis, yang melarang penggunaan cadar di depan umum pada 2011. Larangan penuh atau sebagian pemakaian penutup wajah di depan umum juga diberlakukan di Austria, Belgia, Bulgaria, Denmark dan Belanda.