REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka akan melarang pemakaian burqa dan menutup sekitar lebih dari 1.000 sekolah Islam. Ini adalah tindakan terbaru pemerintah Sri Lanka yang semakin menghimpit minoritas populasi Muslim di negara tersebut.
Menteri Keamanan Publik Sarath Weerasekera mengatakan dalam konferensi pers pada Sabtu (13/3), dia telah menandatangani sebuah kebijakan pada Jumat (12/3) lalu untuk melarang burqa dengan alasan keamanan nasional. Burqa adalah pakaian luar yang menutupi seluruh tubuh dan wajah, dan dikenakan oleh sebagian wanita Muslim.
"Di masa-masa awal kamu, wanita dan para gadis Muslim tidak pernah mengenakan burqa. Itu adalah tanda ekstremisme agama yang muncil baru-baru ini. Kami pasti akan melarangnya," ujar Weerasekara.
Selain itu, Weerasekera mengatakan pemerintah berencana untuk menutup lebih dari 1.000 sekolah Islam. Menurutnya, sekolah itu ditutup karena melanggar kebijakan pendidikan nasional.
“Tidak ada yang bisa membuka sekolah dan mengajarkan apa pun yang Anda inginkan kepada anak-anak,” kata Weerasekara.
Pemakaian burqa di Sri Lanka yang mayoritas penduduknya beragama Buddha dilarang pada 2019. Larangan itu muncul setelah terjadi pemboman gereja dan hotel oleh kelompok bersenjata yang menewaskan 250 orang.
Larangan tersebut mendapatkan tanggapan yang beragam. Para aktivis mengatakan, langkah itu melanggar hak wanita Muslim untuk menjalankan syariat agama mereka dengan bebas.
Tahun lalu, pemerintah juga mengamanatkan untuk melakukan kremasi terhadap pasien Covid-19 yang meninggal dunia. Kebijakan ini bertentangan dengan tata cara umat Muslim yang menguburkan jenazah. Larangan tersebut kemudian dicabut pada awal 2021 setelah mendapatkan kritik dari Amerika Serikat dan kelompok hak asasi internasional.