REPUBLIKA.CO.ID, OSLO -- Norwegia mengecam keputusan Taliban mewajibkan kaum perempuan di Afghanistan untuk menggunakan burqa saat berada di ruang publik. Oslo menilai, kebijakan tersebut kian mengerangkeng kaum perempuan di sana.
"Saya marah dengan pengumuman yang memperingatkan bahwa perempuan di Afghanistan harus menutupi wajah mereka di depan umum, tidak bisa mengendarai mobil, dan hanya meninggalkan rumah jika diperlukan," kata Wakil Menteri Luar Negeri Norwegia Henrik Thune, Ahad (8/5/2022).
Dia menilai, dekret Taliban tentang kewajiban pemakaian burqa benar-benar tidak dapat diterima. “Kebijakan Taliban terus menindas perempuan dan anak perempuan, alih-alih mengatasi krisis ekonomi serta kebutuhan akan pemerintahan yang inklusif,” ucapnya.
Thune menekankan, meski saat ini menguasai Afghanistan, pemerintahan Taliban masih terisolasi dan tidak representatif. Dia mendesak Taliban untuk sekali lagi menepati janji mereka tentang pemenuhan hak-hak perempuan Afghanistan. “Perempuan dan anak perempuan Afghanistan sedang menunggu hak untuk hidup penuh serta tidak bisa dikucilkan dari masyarakat,” ujarnya.
Pada Januari lalu, Norwegia sempat menjadi tuan rumah pembicaraan antara delegasi Taliban dan diplomat-diplomat Barat. Oslo pun memfasilitasi pertemuan antara perwakilan masyarakat sipil Afghanistan dan Taliban. Menteri Luar Negeri Taliban Amir Khan Mutaqqi menyebut serangkaian dialog di sana berlangsung baik.
Pada Sabtu (7/5/2022) pekan lalu, Taliban mengumumkan dekret terbaru tentang kewajiban perempuan Afghanistan menggunakan burqa tradisional saat berada di ruang publik. Mereka mengancam akan menghukum kerabat laki-laki dari perempuan yang tidak menaati peraturan tersebut. Kebijakan seperti itu pernah diterapkan Taliban saat mereka berkuasa di Afghanistan pada 1996-2001.
Awal tahun ini, Taliban memutuskan tidak membuka kembali sekolah untuk siswi-siswi di sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA). Taliban mengingkari janji yang pernah diumumkannya saat berhasil menguasai kembali Afghanistan pada pertengahan Agustus tahun lalu.
Keputusan Taliban menutup sekolah untuk siswi tingkat SMP dan SMA menuai kecaman internasional. Hal itu menghambat upaya mereka memperoleh pengakuan global sebagai pemerintahan yang sah di Afghanistan.