Selasa 16 Mar 2021 19:22 WIB

PBB Minta Dunia Bergerak Respons Situasi Myanmar

Pembunuhan terhadap demonstran dinilai telah melanggar seruan Dewan Keamanan PBB.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Teman dan kerabat Khant Nyar Hein, seorang mahasiswa kedokteran berusia delapan belas tahun yang ditembak mati selama protes terhadap kudeta militer, memberikan hormat tiga jari saat upacara pemakaman di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3). Khant Nyar Hein terbunuh dalam protes anti-kudeta pada  Ahad (14/3).
Foto: STRINGER/EPA
Teman dan kerabat Khant Nyar Hein, seorang mahasiswa kedokteran berusia delapan belas tahun yang ditembak mati selama protes terhadap kudeta militer, memberikan hormat tiga jari saat upacara pemakaman di Yangon, Myanmar, Selasa (16/3). Khant Nyar Hein terbunuh dalam protes anti-kudeta pada Ahad (14/3).

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Meningkatnya jumlah pengunjuk rasa yang tewas di tangan aparat keamanan Myanmar, mendorong Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres pada Senin (15/3) waktu setempat mengeluarkan pernyataan tegas. Guterres mendesak komunitas internasional untuk bekerja secara kolektif dan bilateral membantu mengakhiri represi rezim militer.

"Pembunuhan pengunjuk rasa, penangkapan sewenang-wenang, dan penyiksaan tahanan yang dilaporkan melanggar hak asasi manusia dan menentang seruan Dewan Keamanan PBB untuk menahan diri, berdialog, dan kembali ke jalur demokrasi Myanmar," ujar Guterres seperti dilansir laman The Irrawaddy, Selasa.

Baca Juga

Dia juga mendesak rezim militer untuk mengizinkan utusan khusus PBB mengunjungi Myanmar menenangkan situasi dan menyiapkan panggung untuk dialog. PBB mencatat, sedikitnya 138 pengunjuk rasa damai termasuk wanita dan anak-anak direnggut nyawanya oleh aksi kejam juntaa membubarkan pendemo penentang kudeta.

Amerika Serikat (AS), China dan Inggris juga turut mengutuk kekerasan junta. "Junta telah menanggapi seruan untuk pemulihan demokrasi di Burma dengan peluru," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Jalina Porter kepada wartawan pada Senin (15/3) yang menggunakan nama lain untuk Myanmar

Dia menyebut serangan ke pengunjuk rasa pada Ahad sebagai titik terendah baru situasi di Myanmar. "Amerika Serikat terus meminta semua negara untuk mengambil tindakan konkret untuk menentang kudeta, dan meningkatkan kekerasan," ujarnya menambahkan.

Utusan PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener juga mengutuk pertumpahan darah dalam hari kedua berdarah Ahad. Sementara itu, mantan penguasa kolonial negara itu, Inggris mengatakan pihaknya terkejut dengan penggunaan kekerasan terhadap orang-orang yang tidak bersalah.

Bentrokan Ahad juga mendapat kecaman keras dari Beijing, yang pada Senin (15/3) mendesak Myanmar untuk dengan tegas menghindari terulangnya insiden semacam itu. Juru bicara kementerian luar negeri Cina Zhao Lijian menggambarkan kekerasan itu sebagai sesuatu yang keji. "China sangat prihatin tentang dampak terhadap keselamatan institusi dan personel Cina," katanya kepada wartawan di Beijing.

Dia juga menambahkan bahwa pasukan keamanan Myanmar telah memperkuat daerah di sekitar pabrik yang dibakar penyerang tak dikenal dalam gelombang protes di Yangon. Sementara itu Taiwan menyarankan perusahaannya di Myanmar untuk mengibarkan bendera pulau itu agar tidak menjadi sasaran.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement