REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Sekitar 547 dari total 707 siswa dan mahasiswa yang ditangkap rezim militer Myanmar dilaporkan masih ditahan. Para siswa dan mahasiswa ditahan karena ikut serta dalam protes damai melawan kudeta militer Myanmar.
Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) dan Serikat Mahasiswa Universitas Yangon (UYSU), sekitar 400 tahanan mahasiswa termasuk pemimpin serikat mahasiswa telah didakwa junta. Sementara itu, puluhan mahasiswa hilang selama tindakan keras junta terhadap pendemo antikudeta.
U San Min dari AAPP mengatakan, mahasiswa yang ditangkap telah didakwa di bawah 505 (a) KUHP dan Pasal (25) UU Penanggulangan Bencana Alam. Sementara, beberapa lainnya telah didakwa berdasarkan undang-undang narkoba, yang diancam hukuman hingga lima tahun penjara, setelah dituduh menggunakan narkoba.
Berdasarkan Pasal 505 (a) KUHP, terdakwa menghadapi hukuman tiga tahun penjara jika terbukti bersalah. Hal itu didasarkan amandemen undang-undang yang dibuat oleh junta setelah kudeta 1 Februari.
Pasal 25 Undang-Undang Penanggulangan Bencana Alam juga membawa hukuman hingga tiga tahun penjara bagi siapa pun yang terbukti melanggar pedoman kampanye dan pembatasan Covid-19 yang ditetapkan oleh kementerian kesehatan negara. Serikat mahasiswa dan AAPP mengatakan, anggota keluarga siswa yang ditahan prihatin dengan kondisi di penjara bagi anak-anak mereka, karena mereka tidak diizinkan bertemu sejak mereka ditahan.
U San Min menyerukan pembebasan tahanan mahasiswa karena mahasiswa tidak menyerang kepentingan negara. "Menangkap mahasiswa menghancurkan negara," katanya seperti dikutip laman The Irrawaddy, Jumat (19/3).