REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Ali Mukartono menilai vonis 4 tahun 6 bulan penjara untuk Djoko Tjandra sudah sesuai. Bahkan, kata Ali, mengacu tuntutan, hukuman tersebut lebih berat enam bulan dari tuntutan jaksa yang meminta hakim memvonis terpidana korupsi Bank Bali 1999 tersebut dikerangkeng selama 'hanya' empat tahun.
“Nggak apa-apa dong. Berarti dia (hukuman), nggak terlalu jauh (dari tuntutan),” kata Ali, saat ditemui di Gedung Pidan Khusus (Pidsus), Kejaksaan Agung (Kejakgung), Jakarta, Senin (5/4).
Namun, kata Ali, vonis hakim itu bisa saja berubah di tingkat penghakiman lanjutan jika Djoko Tjandra mengajukan upaya hukum, banding, maupun kasasi di Mahkamah Agung (MA). “Ya dia (Djoko Tjandra) punya hak. Kita tunggu. Nanti pasti akan ada reaksi, seperti apa kita akan sikapi,” ujar Ali menambahkan.
Majelis hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Jakarta memvonis Djoko Tjandra selama 4,5 tahun penjara. Vonis itu lebih berat enam bulan dari tuntutan jaksa. Hukuman tersebut sebetulnya akumulasi dari tuntutan jaksa atas dua perkara terpisah terkait Djoko Tjandra. Perkara pertama, menyangkut soal suap, dan gratifikasi senilai Rp 7,5 miliar dalam pengaturan fatwa bebas dari Mahkamah Agung (MA), yang melibatkan jaksa Pinangki Sirna Malasari, dan politikus Nasdem Andi Irfan.
Terkait kasus tersebut, Pinangki divonis 10 tahun penjara. Sementara Andi Irfan, dipenjara selama 6 tahun. Kasus kedua Djoko Tjandra, yakni menyangkut perkara suap dan gratifikasi miliaran rupiah kepada sejumlah petinggi Polri untuk penghapusan nama Djoko Tjandra dari daftar buronan interpol. Terkait kasus itu, majelis hakim memvonis mantan kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kakorwas Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo dengan pidana penjara masing-masing 4 dan 3,5 tahun penjara.