REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Nilai aset sitaan dari tersangka kasus korupsi, dan pencucian uang (TPPU) PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri) terus bertambah. Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejakgung) Febrie Adriansyah mengaku, saat ini penghitungan nilai aset sitaan sudah mencapai angka Rp 10,5 triliun.
“Penghitungan sekarang, sudah (Rp) 10,5 triliun,” kata Febrie saat ditemui di Gedung Pidana Khusus (Pidsus) Kejakgung, Jakarta, pada Kamis (15/4). Febrie mengatakan, nilai tersebut berasal dari penghitungan aset-aset sitaan dari sembilan tersangka.
Para tersangka itu, yakni dari kalangan swasta, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat, dan Lukman Purnomodisi, serta Jimm Sutopo. Tersangka dari mantan direksi Asabri, yakni dua purnawirawan tentara, Sonny Widjaja, dan Adam Rachmat Damiri. Lainnya, Hari Setiono, Bachtiar Effendi, dan Ilham W Siregar. Kata Febrie, penyitaan aset paling masif berasal dari tersangka Benny Tjokro, dan Heru Hidayat.
Dari Benny Tjokro, dan Heru Hidayat, dua tersangka, yang juga berstatus terpidana penjara seumur hidup dalam kasus serupa di PT Asuransi Jiwasraya itu, disita aset-aset bernilai tinggi seperti lahan pertambangan, dan pertambakan ikan hias, serta ribuan sertifikat lahan, dan bangunan untuk usaha properti. Penyidik juga menyita aset-aset berupa satu kapal tanker, dan 19 unit tugboat pengangkut batubara.
Sementara dari tersangka lainnya, penyidikan di Jampidsus juga melakukan sita aset-aset berharga, mulai dari lahan bidang, dan rumah, serta perhiasan mahal, sampai lukisan emas, juga mobil-mobil mewah. Penyidik juga melakukan sita terhadap 18 unit armada bus pariwisata. Jampidsus Ali Mukartono, pernah mengatakan, seluruh aset-aset sitaan tersebut, nantinya akan dirampas negara lewat ketetapan pengadilan, sebagai pengganti kerugian negara.
Namun dalam kasus Asabri, penyidikan di Jampidsus-Kejakgung meyakini nilai kerugian negara mencapai Rp 23,7 triliun. Nilai tersebut, baru estimasi. Karena angka pasti kerugian negara, menunggu hasil penghitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).