REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Esensi perjuangan untuk mewujudkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) dan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PRT) menjadi undang-undang sebenarnya sudah ada dalam pemikiran Kartini saat memperjuangkan emansipasi dan anti diskriminasi di masa lalu.
“Semangat Kartini harus diletakkan sebagai pondasi perjuangan agar mampu mewujudkan kesetaraan perempuan, untuk menuju bangsa Indonesia yang lebih baik,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat, saat membuka diskusi daring bertema UU Penghapusan Kekerasan Seksual, UU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga dan Keberpihakan pada Hak Perempuan Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (24/4)
Menurut Lestari, perjuangan tanpa henti mendorong kedua RUU itu untuk menjadi undang-undang juga terinspirasi dari perjuangan Kartini.
Dalam salah satu kutipannya, ungkap Rerie, sapaan akrab Lestari, Kartini menyatakan "Kita hanya bisa mengubah diri kita apabila diri kita sendiri yang bergerak."
Perjuangan mewujudkan anti diskriminasi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, merupakan bagian dari perjuangan Kartini memerdekakan dirinya dari tekanan budaya di lingkungan masyarakat pada masa lalu.
Meski begitu, ungkap anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, pekerjaan rumah yang harus dihadapi perempuan hingga kini masih saja belum tuntas seperti isu kesetaraan gender, kekerasan seksual dan ancaman terhadap harkat martabat perempuan.
Rerie berharap sejumlah masalah yang masih menjadi pekerjaan rumah dan dihadapi perempuan itu bisa segera dituntaskan lewat sebuah gerakan dan kepedulian dari semua pihak
Tujuannya, tegas Rerie, untuk mewujudkan kebebasan dan menciptakan rasa aman bagi setiap warga negara, termasuk perempuan, sebagaimana diamanatkan konstitusi.