Selasa 11 May 2021 06:43 WIB

Sekitar 70 Persen Penderita COVID-19 Masih Merasakan Gejala Enam Bulan Kemudian

Sekitar 70 Persen Penderita COVID-19 Masih Merasakan Gejala Enam Bulan Kemudian

Rep: Lauren Roberts/ Red:
Sekitar 70 Persen Penderita COVID-19 Masih Merasakan Gejala Enam Bulan Kemudian
Sekitar 70 Persen Penderita COVID-19 Masih Merasakan Gejala Enam Bulan Kemudian

Sebuah penelitian terbaru di Australia menyebutkan 70 persen warga yang terkena COVID-19 dan kemudian dirawat di rumah sakit masih mengalami masalah kesehatan sampai sekarang.

Penelitian tersebut dilakukan dengan data dari 30 rumah sakit di seluruh Australia dan merupakan kerjasama antara para peneliti, fisioterapis, dokter dan perawat yang bekerja di bagan Unit Perawatan Intensif (ICU).

Dengan judul Studi Pemulihan dari COVID, para pakar mewawancarai sekitar 200 pasien COVID-19 untuk mengetahui kondisi mereka enam sampai 12 bulan setelah positif.

Carol Hodgson Professor dari Monash University yang juga adalah fisioterapis ICU di Rumah Sakit Alfred di Melbourne mengatakan timnya baru saja menyelesaikan pengambilan data.

Meski belum menganalisa data keseluruhan, ia mengatakan hanya 30 persen dari responden yang merasa 'hidupnya bergairah dan tidak mengalami gangguan apapun' enam bulan setelah terkena virus.

Sementara itu 70 persen pasien lainnya kebanyakan melaporkan masih adanya berbagai gejala ringan seperti sesak panas dan merasa lemah, dan sejumlah kecil lainnya masih mengalami batuk berkepanjangan, sakit kepala, atau kehilangan penciuman atau indra pengecap.

Professor Hodgson mengatakan, pasien yang sudah mengalami penyakit kritis sebelumnya dengan berbagai infeksi besar kemungkinan tetap akan melaporkan adanya berbagai gejala.

Penelitian dilakukan untuk mengetahui apakah masih ada 'gejala unik dan jangka panjang' dari penyakit COVID-19 yang berbeda dengan penyakit pada umumnya.

"Pertanyaanya adalah bukan apakah COVID berdampak, pertanyaannya adalah apakah COVID berbeda dari apa yang kita lihat dengan penyakit kritis lainnya," katanya.

"Gejala yang sangat khusus dari COVID-19"

Sejauh ini kebanyakan studi yang sudah diterbitkan mengenai dampak jangka panjang dari COVID-19 adalah dari tim riset internasional.

Ini disebabkan karena negara-negara lain memiliki kasus COVID lebih tinggi karena virus tersebut sudah beredar di Eropa dan Asia lebih lama dibandingkan di Australia dimana kasus pertama kali muncul bulan Januari 2020.

Penelitian di Swedia mengatakan 15 persen dari mereka yang mengalami gejala ringan dari COVID-19 masih mengalami gejala paling sedikit delapan bulan setelah infeksi.

Dan penelitian terpisah di Amerika Serikat mengatakan mereka yang positif terkena COVID-19 besar kemungkinan akan memerlukan bantuan di masa depan untuk berbagai keluhan seperti  masalah pernapasan, masalah kesehatan mental, kelelahan dan masalah syaraf di otak.

Peneliti utama dari Burnet Institute Joseph Doyle mengatakan ada 'beberapa gejala sangat khusus' seperti rasa lelah dan badan merasa lemah, yang tetap ada setelah seseorang terkena COVID-19.

Tetapi menurut Dr Doyle, infeksi pernapasan serius lainnnya yang disebabkan oleh virus juga menimbulkan gejala yang hampir sama.

Sebagai contoh, pasien yang mengalami keadaan kritis terkena influenza juga mengalami masalah seperti rasa capek dan fungsi fisik yang berkurang sampai lima tahun setelah mengalaminya.

Dr Doyle menekankan bahwa COVID-19 'sangat lebih serius' dibandingkan flu, baik dari infeksi awal dan juga dampak jangka panjangnya.

"[COVID-19] jelas sekali memiliki kemungkinan jauh lebih tinggi merenggut nyawa kita dibandingkan flu, dan lebih mungkin membuat kita masuk rumah sakit atau perawatan intensif," katanya.

Namun tidak semua orang akan mengalami masalah yang berkepanjangan ini.

"Kebanyakan orang bisa sembuh dan kebanyakan orang sembuh sepenuhnya," kata Dr Doyle.

"Kalau anda beruntung hanya memiliki gejala ringan infeksi COVID, maka anda tidak akan mendapat masalah sama sekali, anda kemungkinan akan sembuh sepenuhnya."

Bagaimana COVID-19 bisa menyebabkan gejala berkepanjangan

Dr Doyle menjelaskan bahwa pada umumnya penyakit COVID-19 adalah infeksi paru-paru, sehingga ada kemungkinan paru-paru akan mengalami kerusakan.

"Bagi mereka yang mengalami gejala yang lebih parah, kadang masalah setelah mereka dinyatakan negatif adalah mereka kurang memiliki kapasitas untuk berolahraga, kurang fit, dan karenanya memerlukan waktu beberapa minggu atau bulan untuk bisa sembuh," katanya.

"Beberapa orang jelas mengalami hal yang lebih parah dibandingkan yang lain, dan kita tidak tahu mengapa itu terjadi."

Dan belum diketahui apakah dan apakah mereka bisa sembuh sepenuhnya.

Untuk mengetahui sepenuhnya mengenai dampak dari penyakit COVID-19 in diperkirakan dibutuhkan waktu lima tahun, dan para pakar tidak bisa berbuat banyak selain menunggu sampai adanya data selama lima tahun.

"Penelitian sudah mulai bisa memberikan gambaran, namun ini masih data awal," kata Dr Doyle.

"Akan diperlukan waktu beberapa tahun untuk betul-betul mengetahui apakah orang yang sakit selama 12 bulan terakhir akan tetap mengalami gejala nantinya, atau ini hanya akan berlangsung beberapa bulan saja."

Menurut Professor Hodgson, hal terbaik yang bisa dilakukan sekarang adalah mendapatkan vaksinasi.

"Satu hal yang bisa kita lakukan untuk melindungi warga Australia di saat ini adalah melakukan sebanyak mungkin vaksinasi selama musim dingin ini.

Dr Doyle dari Burnett Institute setuju dengan pendapat tersebut.

"Saya kira kalau kita sudah mendapat tawaran untuk vaksinasi, seharusnya kita serius untuk mengambil tawaran tersebut," katanya.

"Kalau anda terhindar terkena infeksi, dan terhindar dari gejala yang serius, maka besar kemungkinan akan terhindar dari dampak jangka panjang dari virus tersebut.

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari artikel ABC News.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement