Selasa 11 May 2021 23:59 WIB

Satgas Covid-19: Tak Bertemu Keluarga Bentuk Cinta Terbesar

Satgas Covid-19 yakin mobilitas warga bisa sulitkan negara dalam fasilitas kesehatan

Petugas kepolisian memutarbalikan pemudik sepeda motor di posko penyekatan larangan mudik di Jalan Nanggeleng, Limbangan, Kabupaten Garut, Selasa (11/5). Pada H-2 menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H, petugas gabungan di posko penyekatan larangan mudik Limbangan memutarbalikan ratusan pemudik sepeda motor dari arah Bandung menuju Garut dan Tasikmalaya karena tidak memiliki surat kesehatan serta ijin perjalanan. Foto: Republika/Abdan Syakura
Foto: REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA
Petugas kepolisian memutarbalikan pemudik sepeda motor di posko penyekatan larangan mudik di Jalan Nanggeleng, Limbangan, Kabupaten Garut, Selasa (11/5). Pada H-2 menjelang Hari Raya Idul Fitri 1442 H, petugas gabungan di posko penyekatan larangan mudik Limbangan memutarbalikan ratusan pemudik sepeda motor dari arah Bandung menuju Garut dan Tasikmalaya karena tidak memiliki surat kesehatan serta ijin perjalanan. Foto: Republika/Abdan Syakura

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Satuan Tugas (Satgas) Penanganan COVID-19 mengatakan bahwa tidak bertemu keluarga pada masa pandemi virus corona ini merupakan bentuk cinta terbesar kepada keluarga.

"Di saat pandemi, tidak bertemu adalah mengungkapkan rasa cinta paling besar kepada keluarga," ujar anggota Subbidang Mitigasi Satgas Penanganan COVID-19 dr Falla Adinda, dalam gelar wicara di Jakarta, Selasa (11/5).

Falla mengatakan momentum mudik Idul Fitri untuk bertemu keluarga memang sudah membudaya selama puluhan tahun, dan menjadi kebiasaan yang sulit dihilangkan. Mudik pun, kata dia, menjadi pakem di Indonesia, hingga ada pendapat jika tidak mudik, dianggap durhaka oleh orang tua.

"Hal-hal seperti itu harus ada yang meluruskan dan yang meluruskan semua pihak. Apalagi di masa pandemi, butuh informasi yang benar dan tegas," kata dia.

Kata Falla, mobilitas warga dalam jumlah besar akan membuat negara kepayahan dalam hal fasilitas kesehatan. Sehingga dibutuhkan gotong royong untuk menurunkan korban COVID-19 dengan menaham keinginan mudik untuk menyelesaikan pandemi lebih cepat.

"Itulah aspek melarang mudik, bukan melarang bertemu keluarga. Bila pergerakan masyarakat dalam jumlah besar dan pelayanan kesehatan kolaps, maka negara akan susah," kata Falla.

Menurut dia, ujung tombak penyelesaian pandemi adalah masyarakat. Sehingga, penyelesaian pandemi berada pada keputusan masyarakat.Selain itu, katanya, di zaman teknologi, masyarakat kini tidak kekurangan media yang kredibel soal penyampaian atau publikasi tentang mudik virtual, bahkan dapat memanfaatkan teknologi untuk bersilaturahim.

Pemerintah telah memperketat dan meniadakan mudik Hari Raya Idul Fitri 1442H pada 6-17 Mei 2021, guna menekan penyebaran COVID-19.Bahkan pada tanggal 22 April 2021, Satuan Tugas Penanganan COVID-19 juga telah mengeluarkan Addendum Surat Edaran Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah dan Upaya Pengendalian Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) Selama Bulan Suci Ramadhan 1442 Hijriah.

Addendum Surat Edaran bertujuan untuk mengantisipasi peningkatan arus pergerakan penduduk yang berpotensi meningkatkan penularan kasus antardaerah pada masa sebelum dan sesudah periode peniadaan mudik diberlakukan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement