REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Investasi meminta percepatan akses listrik di beberapa desa terpencil. Hal ini sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) terkait Program Percepatan Penyediaan Akses Kelistrikan di 433 Desa Belum Berlistrik.
Asisten Deputi (Asdep) Energi Ridha Yasser menjelaskan, program ini, perlu dilakukan akselerasi agar akses listrik merata bisa dirasakan semua pihak. “Atas beberapa pertimbangan, Program tersebut perlu ditingkatkan menjadi Inpres untuk men-generalisasi dan memperluas area cakupan akses kelistrikan di desa yang belum berlistrik di seluruh Indonesia,” ujar Ridha, Sabtu (15/5).
Pada rapat yang digelar oleh Kantor Staf Presiden sebelumnya, disimpulkan bahwa perlu suatu alternatif langkah dan strategi agar target presiden mengenai rasio elektrifikasi dan penyaluran akses kelistrikan dapat terealisasi.
Menurut Kepala Bidang (Kabid) Partisipasi dan Kerjasama Energi Kemenko Marves Trinaldy Konnery, terdapat tantangan dalam mewujudkan target ini karena terdapat masyarakat yang dialiri listrik berasal dari PT PLN dan bukan dari PT PLN (secara mandiri).
“Masyarakat yang dialiri listrik bukan dari PLN, berharap dapat dialiri listrik yang bersumber dari PT PLN (Persero),” ujar Trinaldy.
Berdasarkan data dari Kementerian ESDM, terdapat 346 Desa belum berlistrik (Gelap Gulita). Rencana pengembangan akses kelistrikan dari 346 Desa Gelap Gulita terdiri dari 24 desa tersambung dengan grid, 37 desa dihubungkan melalui mini-grid, dan 285 akan disuplai melalui APDAL.
Untuk desa yang tidak gelap gulita namun menggunakan listrik non-PLN terdapat sebanyak kurang lebih 8.000 Desa. Guna mewujudkan target untuk menghadirkan listrik, dibutuhkan pula dukungan insfrastruktur dasar seperti jalan dan kepastian lokasi pemukiman masyarakat yang statis ( cluster/grouping ).
Executive Vice Precident (EVP) Perencanaan dan Pengendalian Regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara PT PLN Eman Prijono juga turut memberikan saran agar pertama-tama, penting untuk memahami kondisi geografis seperti akses jalan desa yang ditargetkan. “Selain itu, kita juga perlu melihat berbagai potensi Energi Baru Terbarukan (EBT) selain energi surya, seperti energi air yang ada di desa yang belum berlistrik tersebut,” terangnya.
Untuk mewujudkan target ini, sambung Asdep Ridha,dibutuhkan dukungan sosial antropologis terkait dengan kultur bermukim masyarakat. Seperti nomaden atau tersebar, agar penyaluran listrik dapat sustain dan dimanfaatkan dengan baik.
Rapat koordinasi ini turut dihadiri oleh perwakilan dari Sekretariat Kabinet, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementerian PPN/BAPPENAS, Kementerian BUMN, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa PDTT, Kementerian Keuangan, serta PT PLN.