REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Spanduk bertuliskan penolakan terhadap pemudik balik ke Jakarta tanpa surat Covid-19 dipasang oleh masyarakat di berbagai tempat. Tindakan ini banyak dinilai sebagai kewaspadaan warga yang terus meningkat terkait penyebaran Covid-19. Namun di lain sisi, beberapa destinasi wisata ramai dikunjungi sebelum adanya penutupan, yang justru menunjukkan minimnya kewaspadaan terkait virus.
Dua kondisi berbeda ini dijelaskan oleh pengamat perubahan sosial Budi Rajab disebabkan oleh ketidaktegasan pemerintah. Menurutnya, minim atau tingginya kewaspadaan masyarakat sangat dipengaruhi oleh ketegasan pemerintah terkait aturan.
Sementara, berbagai contoh seperti adanya pemudik yang berhasil lolos dari pos penyekatan hingga lambatnya penutupan tempat wisata, menunjukkan penegakkan aturan yang bermasalah.
"Ini juga masalahnya, pemerintahnya tidak terlalu tegas, kalau tegas masyarakat juga akan takut. Kalau ini kan ada yg bisa lolos, jadi seperti gray area atau nggak begitu jelas, masyarakat berani jadinya," katanya, Senin (17/5).
"Jadi bukan masyarakat tidak tegas, tapi pemerintahnya sendiri tidak tegas. Semua di area abu-abu. Selalu di area abu-abu, makanya disiplin itu susah untuk ditegakkan karena selalu di gray area. Indonesia itu selalu seperti itu," tambahnya.
Membludaknya wisatawan di berbagai destinasi wisata, dikatakannya, juga karena pemerintah terlambat dalam membuat keputusan. Menurutnya, jika pemerintah sudah memprediksi keramaian ini lebih awal dan menutup tempat wisata sejak jauh hari, maka tidak akan terjadi keramaian seperti kemarin.
"Penutupan (tempat wisata) sudah tepat meskipun terlambat, sejak awal saja ditutup. Ini mah dibuka dulu lalu ketika sudah khawatir baru ditutup. Kan jadi nggak tegas masalah pemerintahannya sendiri," ucap dia.
Budi menyarankan, agar pemerintah ke depannya bisa memperjelas sanksi atas pelanggaran disiplin atau aturan untuk menekan pelanggaran aturan protokol kesehatan. Sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pencegahan penyebaran virus Covid-19.
"Dilarang mudik umpamanya, kan nggak ada hukumannya, hanya disuruh pulang. Kenapa nggak dikurung di penjara? Kalau saya mah disiplin itu memerlukan ketegasan dalam penerapannya," katanya.