REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kitab Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai mukjizat dan petunjuk. Kitab suci umat Islam itu berfungsi sebagai petunjuk hidup bagi seluruh umat manusia. Allah SWT berfirman dalam surah al-Baqarah [2]:2, Kitab Alquran ini tak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang beriman.
Kitab suci Alquran diturunkan dalam bahasa Arab, tetapi Islam tak hanya berkembang di Jazirah Arab, bahkan hingga ke seantero dunia. Sejatinya, Alquran–sebagai kitab suci–tak hanya wajib dibaca, tetapi juga dikaji, dipahami, dan diamalkan.
Perintah untuk mengkaji, memahami, dan mengamalkan ayat-ayat Alquran itu tercantum dalam surah al-Qamar [54]:17, Dan sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran.
Seiring berkembangnya ajaran Islam, maka muncullah keinginan dan kesadaran untuk menerjemahkan Alquran ke dalam berbagai bahasa yang ada di dunia. Upaya untuk menerjemahkan Alquran itu telah dimulai beberapa belas abad silam–ketika Islam mulai menyebar ke berbagai benua--bahkan pada saat Rasulullah SAW masih hidup.
Menerjemahkan Alquran ke dalam bahasa lain bukanlah pekerjaan mudah. Betapa tidak. Alquran merupakan mukjizat yang menggunakan bahasa Ilahiyah, yang tak mungkin dapat ditandingi manusia manapun.
Menerjemahkan Alquran selalu menjadi sebuah problematika dan isu yang sulit dalam teologi Islam. Karena Muslim menghormati Alquran sebagai mukjizat dan tak bisa ditiru, ujar Afnan Fatani (2006) dalam Translation and the Qur'an. Terlebih, kata-kata dalam Alquran memiliki berbagai arti tergantung pada konteks, sehingga untuk membuat sebuah terjemahan yang akurat amatlah sulit.
Menerjemahkan Alquran bukanlah usaha untuk menduplikasi atau mengganti teks Alquran yang asli. Kedudukan terjemahan dan tafsir yang dihasilkan manusia tidak sama dengan Alquran itu sendiri. Keaslian dan kemurnian Alquran dijaga oleh tangan Ilahi.
Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Alquran, dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya. (QS al-Hijr [15]:9). Usaha manusia dalam menerjemahkan bahasa Ilahiyah sangat tergantung pada kapasitas manusia itu sendiri, ungkap Ziyadul Ul Haq dalam bukunya Psikologi Qurani.
Lalu, sejak kapan upaya penerjemahan Alquran ke dalam bahasa lain mulai dilakukan? Menurut Afnan Fatani (2006) dalam "Translation and the Qur'an", upaya menerjemahkan ayat-ayat Alquran boleh dibilang pertama kali dilakukan pada era Rasulullah SAW. Suatu hari, Nabi Muhammad pernah berkirim surat kepada dua penguasa, yakni Kaisar Negus dari Abysssinia dan Kaisar Heraclius dari Bizantium.
Dalam surat itu, Rasulullah mencantumkan ayat-ayat dari Alquran, papar Afnan. Dalam sebuah sarasehan ilmiah bertajuk Melacak Sejarah Penerjemahan Alquran yang diselenggarakan Universitas Islam Madinah Al Munawwarah akhir 2007 lalu, terungkap bahwa pertama kali penerjemahan surah Alquran dilakukan ke dalam bahasa Persia.
Guru besar sastra Arab Universitas Islam Madinah Al Munawwarah Syekh Tamir Salum mengungkapkan, berdasarkan data sejarah, permintaan untuk menerjemahkan Alquran diajukan oleh umat Islam dari Persia. Mereka memohon kepada Salman Al-Farisi untuk menerjemahkan kepada mereka beberapa ayat Alquran.
Salman kemudian menerjemahkan untuk Muslim Persia tersebut surat al-Fatihah. Salman merupakan salah seorang sahabat Nabi SAW yang berasal dari non-Arab. Ia berasal dari Desa Ji di Isfahan, Persia, papar Syekh Salum. Menurut dia, terjemahan yang terbanyak dan diulang berkali-kali adalah ke bahasa Melayu, Indonesia, dan Turki.