Selasa 01 Jun 2021 21:07 WIB

KLHK: Bangun Peradaban Gaya Hidup Minim Sampah

Memilah sampah dari rumah atau sumbernya memang harus menjadi kesadaran kolektuf

Warga memungut sampah di pinggir pantai di kawasan Kedung Cowek, Surabaya, Jawa Timur, (ilustrasi).
Foto: ANTARA /Didik Suhartono
Warga memungut sampah di pinggir pantai di kawasan Kedung Cowek, Surabaya, Jawa Timur, (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Novrizal Tahar mengatakan masyarakat perlu membangun peradaban yang revolusioner dalam pengolahan sampah, yakni gaya hidup minim sampah.

"Inilah peradaban yang harus kita bangun, ini menjadi kultur, ini menjadi kesadaran kolektof bersama yakni gaya hidup minim sampah, lebih jauh dari itu jadi jalan hidup kita," kata Novrizal di Jakarta, Selasa (1/6).

Menurut Novrizal, sampah bukanlah persoalan ringan atau sepele tapi itu adalah persoalan multidimensi, termasuk di dalamnya ada dimensi sosio-kultural, dimensi struktural, politik, anggaran, dan persoalan teknologi. "Karena memang persoalan sampah harus kita dilakukan dalam berskala besar baru kita bisa menyelesaikan persoalannya karena memang ini persoalan multidimensi," tutur Novrizal.

Gaya hidup minim sampah dilakukan dengan sejumlah langkah yakni menolak dan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai, memilah sampah dari rumah atau sumbernya, selalu menghabiskan makanan dan mengomposkan sisa makanan, serta belanja tanpa kemasan. Novrizal menuturkan memilah sampah dari rumah atau sumbernya memang harus menjadi suatu keharusan dan kesadaran kolektif bersama.

Sementara menghabiskan makanan dan mengomposkan sisa makanan adalah upaya untuk tidak menghasilkan sampah organik, yang mana perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara nomor dua di dunia setelah Arab Saudi yang menghasilkan food waste terbanyak. Selanjutnya, dengan memilah sampah dari rumah, maka sampah-sampah itu bisa dimanfaatkan lagi sebagai bahan baku seperti untuk industri daur ulang atau untuk energi.

Dengan membawa kantong belanja sendiri, maka sepulang dari pasar atau toko atau tempat perbelanjaan, maka tidak menghasilkan sampah plastik. "The future is green itu satu keniscayaan dan kita akan mencapai kemajuan sebagai negara maju kalau peradaban dan kultur kita kompatibel dengan visi dunia itu yaitu future is green," tuturnya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement