REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Meski puasa, haji, dan zakat merupakan ibadah yang menjadi pilar penting dalam Islam, namun para ulama berbeda pendapat mengenai sama atau tidaknya orang yang meninggalkan ibadah demikian dengan orang yang meninggalkan ibadah sholat.
Ibn Al Qayyim Al-Jauziyyah dalam kitab Fikih Sholat menjelaskan mengenai pendapat pertama tentang hukum meninggalkan puasa, haji, dan zakat. Yakni, orang yang meninggalkan puasa, haji, dan zakat karena pendustaan dan pengingkaran harus dibunuh sebagaimana orang yang meninggalkan sholat harus dibunuh. Hujjah dari pendapat ini adalah bahwa zakat, puasa, dan haji adalah pilar-pilar Islam.
Maka orang yang meninggalkannya layak untuk dibunuh. Sayyidina Abu Bakar memerangi orang yang tidak menunaikan zakat dan dia berkata: “Demi Allah, aku akan memerangi orang yang membedakan antara sholat dan zakat. Sesungguhnya zakat itu adalah temannya sholat di dalam Kitabullah (Alquran).”
Dijelaskan pula bahwa pilar-pilar tersebut termasuk hak Islam. Sedangkan Nabi Muhammad SAW tidak diperintahkan untuk menghentikan perang kecuali kepada orang-orang yang berpegang teguh dengan kalimat syahadat dan hak-haknya. Dan Nabi telah memberitahukan bahwa terpeliharanya darah tidak ditetapkan kecuali dengan hak Islam.
Perang ini diberlakukan kepada kelompok yang menolak membayar zakat, sedangkan hukuman mati dikenakan kepada orang yang mampu. Karena sesungguhnya dia telah meninggalkan hak-hak kalimat syahadat dan syariat-syariat Islam, dan pendapat tersebut dianggap sebagai pendapat yang benar.
Adapun kedua, dengan meninggalkan ibadah puasa, haji, dan zakat maka dia tidak bisa dibunuh. Karena sholat adalah ibadah badan yang tidak bisa diwakilkan, dan karena pendapat Abdillah bin Syaqiq mengatakan bahwa sahabat-sahabat Nabi tidak melihat satu amal pun yang jika ditinggalkan menjadi kafir kecuali sholat.
Hal ini karena ibadah sholat memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan ibadah-ibadah lainnya. Keistimewaan ibadah sholat jika dijabarkan memang memiliki beberapa poin unggul dibandingkan dengan jenis ibadah lainnya dalam Islam. Namun demikian, bukan berarti jenis ibadah seperti puasa, haji, dan zakat tidak esensial. Ketiga jenis ibadah itu juga memiliki keistimewaannya masing-masing yang tidak bisa dibenturkan satu sama lain.
Ketiga, dengan meninggalkan zakat dan puasa seseorang boleh dijatuhi had hukuman mati. Sedangkan meninggalkan ibadah haji, tidak dijatuhi hukuman mati. Sebab ibadah haji itu terdapat perbedaan pendapat dalam menunaikannya, apakah harus faur (segera) ataukah tarakhikh (ada keluasan untuk mengakhirinya).
Orang yang berpendapat bahwa pelaksanaan ibadah haji pada dasarnya adalah tarakhikh, dia berkata: “Bagaimana seseorang akan dijatuhi hukuman mati hanya karena suatu perkara yang terdapat keluasan dalam menunaikannya untuk menundanya?”. Dasar dari pendapat ini dinilai sangat lemah.
Orang yang dijatuhi hukuman mati karena meninggalkan ibadah haji, dia dijatuhi hukuman mati bukan karena semata-mata mendunda pelaksanaan ibadah hajinya, akan tetapi gambaran permasalahannya adalah orang tersebut sangat berkeinginan kuat untuk meninggalkan ibadah haji.
Ibnu Al Qayyim berpendapat bahwa yang benar adalah pendapat yang mengatakan bahwa orang tidak berhaji karena pendustaan dan pengingkaran dijatuhi hukuman mati, sebab haji termasuk pada hak-hak Islam.
Dan pemeliharaan terhadap harta dan darah tidak ditetapkan bagi orang yang mengucapkan Islam kecuali dengan menunaikan hak-haknya, sedangkan ibadah haji merupakan hak Islam yang teragung.