REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI Saan Mustofa mengatakan, fraksinya setuju apabila jadwal pelaksanaan Pemilu 2024 dimajukan dari sebelumnya pada 21 April 2024 menjadi 21 Februari 2024. Hal ini seperti yang diusulkan KPU RI.
"NasDem secara prinsip tidak ada masalah (jadwal Pemilu 2024 dimajukan). Kami ingin menghindari tahapan pemilu yang berimpitan," kata Saan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (3/6).
Wakil ketua Komisi II DPR RI itu menjelaskan, pada 2024 ada pelaksanaan pemilu presiden (pilpres), pemilu legislatif (pileg), dan pilkada pada November. Menurut dia, untuk menghindari proses tahapan yang berhimpitan, tahapan penjadwalan pemilu dan pilkada memang harus diatur.
"KPU sudah mengajukan desain dan konsep penyelenggaraan pemilu. Untuk pemilu nasional, yaitu pileg dan pilpres pada Februari 2024 dan pilkada pada 20 November 2024," ujarnya.
Dia mengatakan, untuk menghindari tahapan yang berimpitan tersebut, lebih baik jadwal pemilu dimajukan. Menurut dia, jangan sampai beban kerja KPU dan Bawaslu menjadi besar karena nanti berimplikasi pada kualitas penyelenggaraan pemilu.
"Kami ingin memperhitungkan faktor pilpres berjalan dua putaran kalau diikuti lebih dari dua pasang. Karena UU Pemilu memberikan ruang untuk dua putaran, kami asumsikan untuk dua putaran harus disediakan ruang," katanya.
Dia menilai, kalau pilpres berlangsung dua putaran dan tetap berjalan pada April 2024 bersamaan dengan pileg dan pilkada bulan November 2024, dikhawatirkan akan menyulitkan penyelenggara dan peserta. Karena itu, Saan menilai tepat untuk memajukan jadwal pelaksanaan Pemilu 2024 seperti yang diusulkan KPU RI, yaitu pada 21 Februari 2024.
"Usulan KPU RI tersebut akan menjadi bahan Tim Kerja Bersama yang terdiri atas Komisi II DPR, Kementerian Dalam Negeri, KPU, Bawaslu, dan DKPP untuk merumuskan dan memutuskan nanti malam, apakah disetujui atau tidak," katanya.
Saan mengatakan, terkait usulan KPU RI tersebut, Tim Kerja Bersama akan membahas apakah cukup dengan membuat Peraturan KPU (PKPU) sebagai dasar hukum atau memerlukan aturan baru, misalnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.