Selain itu, Nuning menjelaskan pembenahan alutsista TNI terbagi ke dalam dua program untuk alutsista yang dimiliki sebelum minimum essential force (MEF) ditetapkan pemerintah dan setelah MEF berjalan. Alutsista sebelum MEF dibenahi untuk mempertahankan life cycle agar tetap dapat digunakan sesuai pasokan rantai logistik dan keahlian prajurit TNI yang mengawaki alutsista tersebut.  

Dari analisis Operation Research, biasanya pembenahan alutsista tersebut dituntut mencapai level yang Maximin, yaitu yang maksimal dan semua kondisi minimal. "Sedangkan alutsista yang pengadaannya setelah MEF berlaku, maka pembenahannya diutamakan untuk interoperability dan communability," ujar Nuning.

Nuning menerangkan, pembenahan bersifat interoperability agar seluruh alutsista ketiga matra dapat digunakan secara terintegrasi. Contohnya, meskipun jenis alat komunikasi yang diadakan oleh masing-masing angkatan berbeda, tetap terintegral ke dalam sistem komunikasi ketika operasi gabungan digelar.

Adapun pembenahan yang bersifat communability agar suku cadang dan/atau logistik alutsista yang diadakan oleh suatu angkatan dapat memenuhi kebutuhan angkatan lainnya.  

"Contoh suku cadang tank milik Angkatan Darat dapat digunakan oleh panser Korps Marinir. Amunisi meriam kaliber 40 mm Angkatan Laut dapat mendukung kebutuhan pesawat tempur Angkatan Udara. Menggunakan operation research, maka pembenahan alutsista tersebut dituntut mencapai level yang Minimax, yaitu yang minimal dari semua kondisi maksimal," ucap Nuning.

Sebelumnya, Juru Bicara Menteri Pertahanan RI Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan, proyek pembelian alutsista nantinya tak akan membebani APBN karena dananya bersumber dari pinjaman luar negeri. Apalagi, dia menyebut, proses pembelian alutsista itu masih dalam pembahasan.