REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Dian Fath Risalah
Mantan Menteri Sosial Juliari Batubara disebut telah menerima Rp 11,2 miliar sebagai fee pengadaan bansos sembako Covid-19. Hal itu terungkap berdasarkan kesaksian mantan pejabat pembuat komitmen (PPK) pengadaan bansos sembako Covid-19, Matheus Joko Santoso, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (7/6).
"Pada putaran pertama jumlah fee setoran tahap 1, 3, komunitas, 5, 6 adalah Rp 14,014 miliar untuk fee setoran dan sudah diserahkan sebanyak lima kali ke Pak Juliari sebesar Rp 11,2 miliar," kata Joko.
Joko mengaku bertugas untuk mengutip Rp 10 ribu/paket sembako sebagai fee setoran dan Rp 1.000/paket sembako sebagai fee operasional dari para perusahaan vendor penyedia bansos sembako. Pagu anggaran per paket sendiri adalah Rp 300 ribu/paket dengan jumlah paket per tahap adalah 1,9 juta paket.
Putaran pertama pengadaan bansos sembako berlangsung pada April-Juni 2020 untuk enam tahap pengadaan. Dari putaran pertama itu, realisasi fee setoran dan operasional yang berasal dari perusahaan-perusahaan penyedia bansos sembako Covid-19 mencapai Rp 19,132 miliar.
"Saya serahkan langsung ke Pak Adi Wahyono, Pak Adi serahkan ke Pak Eko atau Bu Selvy," kata Joko menambahkan.
Eko yang dimaksud adalah Eko Budi Santoso yang adalah ajudan Juliari. Sedangkan, Selvy adalah Selvy Nurbaety yang merupakan sekretaris pribadi Juliari.
"Saya konfirmasi ke terdakwa untuk memastikan uang yang diberikan ke Pak Eko dan Bu Selvy apa sudah diterima atau belum, kemudian dari beberapa pertemuan atau menghadap (Juliari) kita juga diminta untuk melanjutkan pengumpulan fee sampai bulan Juni-November," ungkap Joko.
Dalam persidangan, Joko juga mengungkap target pengumpulan fee sebesar Rp 35 miliar. Setelah dicecar jaksa KPK, Joko memerinci tahapan pengumpulan fee tersebut.
"Itu bagaimana target munculnya?" tanya Jaksa M Nur Aziz kepada Joko.
"Pada waktu itu Pak Koko menyampaikan tabel kepada saya, di situ ada nama vendor, sekitar bulan Juni, yang berlangsung putaran pertama, tahap 1,3,5, dan 6," ungkap Joko.
Joko mengaku, setiap vendor pengadaan bansos dipungut fee senilai Rp 10 ribu untuk perpaket bansos. Bahkan, Kukuh Ariwibowo membeberkan vendor-vendor pengadaan bansos tersebut.
"Di situ disampaikan tentunya tabel Pak, ada nama vendor, kemudian jumlah kuota, dikalikan Rp 10 ribu, ada tertulis gitu," kata Joko menerangkan.
"Jadi, ilustrasinya pada tahap satu itu ada 21 vendor, target fee Rp 9,5 miliar, kemudian di tahap tiga Rp 6,4 miliar, sudah tertulis. Jadi, ada tabel yang kosong yang harus saya isi, artinya yang saya isi itu berapa yang sudah saya terima dari vendor, aktualnya seperti itu," ujar Joko.
"Tahap satu targetnya Rp 9,576 miliar," lanjut Joko.
"Untuk Tahap tiga?" cecar Jaksa Nur Aziz.
"Realisasinya fee setorannya Rp 825 juta, dari target Rp 6,4 miliar," ungkap Joko?
"Tahap komunitas?" tanya jaksa lagi.
"Tahap komunitas targetnya Rp 7,35 miliar, tahap lima Rp 6,37 miliar, dan tahap enam Rp 6,843 miliar," kata Joko menjelaskan.
"Sehingga total target fee-nya adalah sebesar Rp 36,554 miliar. Setelah didiskusikan, kita diminta hanya 35 miliar," ujar Joko.
Joko mengaku tugas pengumpulan fee tidak hanya dibebankan kepada dirinya, tapi juga kepada kuasa pengguna anggaran (KPA) Kemensos, Adi Wahyono.
"Selain saksi ada siapa aja?" tanya jaksa.
"Adi Wahyono, di ruangan Kepala Biro Umum," ujar Joko.