REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba) Kementerian ESDM Ridwan Djamaludin mengakui telah menerima surat resmi dari Wakil Bupati Sangihe Helmud Hontong terkait penolakan perluasan wilayah tambang PT Tambang Mas Angihe (TMS). Namun, Ridwan mengatakan baru akan melakukan pembahasan terkait hal tersebut.
"Pihak Kementerian ESDM benar telah menerima surat pribadi dari Wabup Kepulauan Sangihe tanggal 28 April 2021. Saat ini Ditjen Minerba sedang menjadwalkan pertemuan dengan pihak Kabupaten Kepulauan Sangihe untuk membahas kegiatan pertambangan PT TMS," kata Ridwan dalam penjelasannya, Ahad (13/6).
Penambahan jumlah luas wilayah ini memang diajukan oleh PT TMS kepada pemerintah daerah. Ridwan mengatakan akan melakukan evaluasi dan pengawasan terkait operasional PT TMS.
"Pemerintah akan terus melakukan pengawasan ketat di lapangan untuk memastikan kegiatan pertambangan PT TMS dilakukan sesuai aturan sehingga tidak menimbulkan kerusakan lingkungan hidup dan membahayakan masyarakat." ujar Ridwan.
Ridwan menjelaskan, kegiatan pertambangan PT TMS didasarkan atas Kontrak Karya yang di tandatangani oleh Pemerintah dan PT TMS pada tahun 1997 silam.
Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara juga telah menerbitkan Izin Lingkungan untuk PT TMS pada tanggal 15 September 2020, di mana dalam Izin Lingkungan dimaksud disebutkan bahwa lokasi yang akan digunakan PT TMS untuk melakukan kegiatan pertambangan hanya seluas 65,48 Ha dari total luas wilayah sebesar 42.000 Ha.
"Berdasarkan data Ditjen Minerba KESDM, total luas wilayah PT TMS yang prospek untuk ditambang adalah 4.500 Ha (kurang dari 11 persen dari total luas wilayah KK PT TMS)," kata Ridwan.
Wakil Bupati Sangihe, Helmud Hontong, mengebuskan nafas terakhirnya dalam penerbangan dari Denpasar ke Makasar pada Rabu pekan lalu. Tewasnya Helmud disinyalir karena dirinya melakukan penolakan atas pembangunan tambang PT TMS.