Selasa 15 Jun 2021 19:15 WIB

Macron dan Erdogan Bersepakat Soal Libya

Macron telah menerima jaminan dari Erdogan soal penarikan pasukan asing dari Libya

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
File foto 20 Januari 2020, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, kiri dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berdiri, saat foto bersama pada konferensi tentang Libya di kanselir di Berlin, Jerman. Prancis telah menarik duta besarnya untuk Turki setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Presiden Emmanuel Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental dan membuat komentar lain yang digambarkan pemerintah Prancis sebagai tindakan kasar yang tidak dapat diterima. Erdogan mempertanyakan kondisi mental timpalan Prancisnya saat mengkritik sikap Macron terhadap Islam dan Muslim. (Foto AP / Michael Sohn, File)
Foto: AP / Michael Sohn
File foto 20 Januari 2020, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, kiri dan Presiden Prancis Emmanuel Macron berdiri, saat foto bersama pada konferensi tentang Libya di kanselir di Berlin, Jerman. Prancis telah menarik duta besarnya untuk Turki setelah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan Presiden Emmanuel Macron membutuhkan perawatan kesehatan mental dan membuat komentar lain yang digambarkan pemerintah Prancis sebagai tindakan kasar yang tidak dapat diterima. Erdogan mempertanyakan kondisi mental timpalan Prancisnya saat mengkritik sikap Macron terhadap Islam dan Muslim. (Foto AP / Michael Sohn, File)

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan dia telah menerima jaminan dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan tentang penarikan tentara bayaran asing dari Libya. Hal itu akan dilakukan sesegera mungkin.

"Kami setuju untuk bekerja pada penarikan ini (tentara bayaran asing). Itu tidak hanya bergantung pada kami berdua, tapi saya dapat memberitahu Anda, Presiden Erdogan menegaskan selama pertemuan kami keinginannya bahwa tentara bayaran asing, milisi asing, beroperasi di tanah Libya pergi sesegera mungkin," kata Macron seusai menghadiri pertemuan puncak NATO di Brussels, Belgia, Senin (14/6).

Baca Juga

Macron melakukan pertemuan tatap muka pertamanya dengan Erdogan dalam lebih dari setahun. Hubungan kedua negara sempat dibekap ketegangan, terutama karena konflik di Libya.

Turki mengerahkan pasukan ke Libya di bawah kesepakatan kerja sama militer yang ditandatangani dengan Government of National Accord (GNA), yakni pemerintahan Libya yang diakui PBB. Ankara pun mengirim ribuan pejuang Suriah ke negara tersebut.

Sejak Muammar Qadafi digulingkan pada 2011, Libya terbelit krisis politik. Pemerintahan di negara itu terpecah dua. Pertama adalah GNA yang berbasis di Tripoli. Kedua yakni Libyan National Army (LNA) yang dipimpin Jenderal Khalifa Haftar.

LNA telah melancarkan serangan ke basis GNA di Tripoli dan merebut beberapa daerah. Namun GNA, berkat bantuan Turki, berhasil memukul mundur pasukan LNA dan merebut kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya dikuasai. Mereka bahkan berhasil menguasai Tarhuna, benteng terakhir LNA di Libya barat.

Mesir selaku pendukung LNA sempat menyerukan gencatan senjata. Khalifa Haftar yang posisinya tengah terdesak segera menyetujuinya. Namun Turki dan GNA menolak seruan tersebut. Mereka menilai seruan itu hanya taktik setelah LNA mengalami kekalahan telak dalam pertempuran.

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement