REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Pusat Kajian Anti-Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, mengatakan, sebagai penyelenggara negara, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempunyai kewajiban memenuhi panggilan dari Komnas HAM. Pada Kamis (17/6), tim pemantauan dan penyelidikan Komnas HAM akan meminta keterangan kepada Ketua KPK Firli Bahuri dkk terkait proses tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diadukan oleh sejumlah pegawai KPK.
"Pimpinan KPK sebagai penyelenggara negara punya kewajiban memenuhi panggilan dari sesama lembaga negara sesuai dengan kewenangan masing-masing. Artinya, dari sisi UU, pimpinan KPK wajib hadir dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari Komnas HAM mengenai persoalan TWK," ujar Zaenur menegaskan kepada Republika.co.id, Kamis (17/6).
Zaenur melanjutkan, dalam kode etik di lembaga antirasuah pun mewajibkan bagi insan KPK untuk dapat bekerja sama dengan lembaga lain sesama lembaga negara. Dengan begitu, Pukat memandang ketika pimpinan KPK enggan untuk memenuhi panggilan Komnas HAM, itu sebuah pelanggaran kode etik.
"Menurut saya, ketika pimpinan bersedia hadir, justru mereka miliki forum untuk dapat menjelaskan kepada Komnas HAM bagaimana proses di mana dilakukan TWK," kata Zaenur.
Dengan demikian, jika pimpinan KPK tidak hadir, itu semakin menambah bukti bahwa proses TWK ini tidak transparan serta bermasalah, baik dari sisi dasar hukum, pelaksanaan, maupun substansi pertanyaan-pertanyaan di depan tes tersebut. "Menurut saya, memang kewajiban hukum dan kewajiban etik bagi pimpinan KPK untuk menghadiri panggilan Komnas HAM tersebut," ujar Zaenur menegaskan lagi.
Komisoner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Mohammad Choirul Anam, mengatakan, pihaknya menjadwalkan pemeriksaan terhadap pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memenuhi panggilan lembaga tersebut pada Kamis (17/6). Pimpinan KPK akan memberikan keterangan terkait tes wawasan kebangsaan (TWK) yang diadukan oleh sejumlah pegawai KPK.
Sesuai surat undangan Komnas HAM, pimpinan lembaga antirasuah tersebut sebenarnya dijadwalkan hadir pada Selasa (15/6). Namun, pada Senin sore (14/6), KPK mengirimkan surat atas respons pemanggilan kedua serta mengutus Biro Hukum.
Menurut Anam, semakin banyak pihak yang memberikan keterangan akan menambah informasi terkait dugaan pelanggaran HAM pelaksanaan TWK yang merupakan syarat alih status pegawai menjadi ASN. Terlebih, keterangan pimpinan KPK merupakan hal terpenting untuk mengonfirmasi sejumlah data-data yang dikumpulkan.