Jumat 18 Jun 2021 13:55 WIB

Urgensi Lockdown pada Saat Kasus Melonjak

Pakar nilai tidak mungkin atasi lonjakan hanya dengan metode yang sudah ada.

Petugas berjaga di pintu masuk kampung saat karantina wilayah di Padukuhan Ngino XII, Margoagung Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (18/6/2021). Sejak 16 Juni 2021, Padukuhan Ngino XII dan Ngino XI melakukan karantina wilayah guna memutus penyebaran Covid-19 menyusul sejumlah warga di kampung itu terpapar Covid-19 seusai melakukan ziarah.
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Petugas berjaga di pintu masuk kampung saat karantina wilayah di Padukuhan Ngino XII, Margoagung Sleman, D.I Yogyakarta, Jumat (18/6/2021). Sejak 16 Juni 2021, Padukuhan Ngino XII dan Ngino XI melakukan karantina wilayah guna memutus penyebaran Covid-19 menyusul sejumlah warga di kampung itu terpapar Covid-19 seusai melakukan ziarah.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika, Gumanti Awaliyah, Sapto Andika Candra, Antara

Lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia harus segera direspons. Pembatasan sosial dinilai mutlak diberlakukan jika ingin menekan laju penyebaran Covid-19.

Baca Juga

Guru Besar FKUI, Tjandra Yoga Aditama, menyarankan pembatasan sosial untuk segera dieksekusi. Menurutnya, pembatasan sosial dapat saja hanya amat terbatas, atau sedikit lebih luas, atau memang luas sampai pada lockdown total.

"Yang pasti, dengan perkembangan sekarang, tidak mungkin lagi hanya meneruskan program yang sudah ada, sekarang harus ada peningkatan pembatasan sosial secara nyata dan jelas," kata Prof Tjandra dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (18/6).

Kedua, Prof Yoga mengusulkan peningkatan secara maksimal pelaksanaan tes dan telusur (test and tracing). Tes dan telusur angka indikator targetnya jelas, hanya tinggal dipastikan pelaksanaannya di semua kabupaten/kota secara merata dengan komitmen yang jelas. Ketiga, karena kasus sudah tinggi, tentu perlu kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan, baik di rumah sakit maupun juga sama pentingnya di pelayanan kesehatan primer.

"Yang disiapkan bukan hanya ruang isolasi dan ICU, alat dan obat, sarana dan prasarana lain, tetapi yang paling penting adalah SDM petugas kesehatan yang harus terjamin bekerja secara aman. Tidaklah tepat kalau hanya menambah ruang rawat tanpa diiringi penambahan petugas kesehatan," ujar Prof Yoga.

Berikutnya, Prof Yoga menekankan pentingnya kepastian tersedianya data yang akurat dan selalu update. Ia menganjurkan analisis data ini juga harus dilakukan dengan dasar ilmu pengetahuan yang baik dan bijak. Hal ini sangat diperlukan agar penentu kebijakan publik dapat membuat keputusan yang berbasis bukti ilmiah yang tetap, atau evidence-based decision making process.

"Terakhir, pemberian vaksinasi ke publik secara maksimal. Walau vaksinasi tidak akan secara cepat menurunkan angka kasus yang sedang tinggi di suatu tempat, tetapi jelas vaksinasi akan berperan amat penting dalam pengendalian pandemi," ucap Prof Yoga.

Menurut Tjandra, penetapan jumlah kepesertaan vaksinasi di Indonesia untuk mencapai kekebalan kelompok atau herd immunity ditetapkan berdasarkan angka reproduksi penyakit dan juga efektivitas vaksin. "Kalau angka reproduksi meningkat, dan juga efektifitas vaksin menurun, misalnya karena varian baru, maka jumlah orang yang harus divaksin perlu lebih banyak lagi untuk dapat memperoleh kekebalan kelompok. Jadi, dalam situasi sekarang, angkanya mungkin perlu dihitung ulang," katanya.

Pada Kamis (17/6), ada 12.624 kasus baru Covid-19, sementara Kementerian Kesehatan memperkirakan puncak kasus akan terjadi akhir Juni 2021. "Sulit dibayangkan bagaimana suasana pada akhir bulan ini kalau kasus terus naik," ujarnya.

Perhimpunan lima profesi dokter juga mendesak pemerintah pusat untuk menerapkan pembatasan yang lebih ketat di masyarakat menyikapi kenaikan kasus yang kembali tinggi. Lima organisasi tersebut, yakni Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), Perhimpunan Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), dan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Kelima perhimpunan profesi dokter itu juga mendesak agar pemerintah atau pihak berwenang memastikan implementasi serta penerapan PPKM yang maksimal. “Kalau PPKM tidak ketat dan menyeluruh, akan terjadi penumpukan pasien di rumah sakit dan itu bisa menyebabkan kolaps. Kami tidak ingin yang terjadi di India akan terjadi di Indonesia,” kata ketua umum PERDATIN, Prof Syafri Kamsul Arif, dalam konferensi pers virtual, Jumat (18/6).

Perhimpunan profesi dokter juga mendesak agar pemerintah melakukan percepatan dan memastikan vaksinasi tercapai sesuai standar. Hal itu mengingat sasaran vaksinasi masih sangat jauh dari target total, yakni 181,5 juta jiwa penduduk. Per Rabu (16/6), vaksinasi dosis pertama baru mencapai 21,4 juta jiwa atau 11,81 persen, dan tingkat vaksinasi dosis kedua mencapai 11,8 juta jiwa atau 6,51 persen dari target.

Semua pihak juga diminta untuk waspada terhadap varian baru Covid-19 yang lebih mudah menyebar, mungkin lebih memperberat gejala, mungkin lebih meningkatkan kematian, bahkan mungkin menghilangkan efek vaksin.

"Perawatan di RS bukan solusi utama dari pandemi, yang terpenting adalah bagaimana mencegah dan mengurangi transmisi, hingga pasien di RS bisa berkurang dan bahkan nol kasus," kata ketua umum PDPI, Dr Agus Dwi Susanto.

Terakhir, perhimpunan juga merekomendasikan masyarakat untuk selalu dan tetap memakai masker, menjaga jarak, rajin mencuci tangan, tidak bepergian jika tidak mendesak, menjaga kesehatan, dan menjalankan protokol kesehatan lainnya.  

Berdasarkan data kasus harian dari Satgas Covid-19 pada 15 Mei 2021, angka penambahan Covid-19 yaitu 2.385 kasus. Kemudian, kasus perlahan meningkat dan semakin meningkat tajam, tercatat pada 15 Juni terdapat 12.624 kasus, 16 Juni terdapat 9.944 kasus, dan kasus per 17 Juni sebanyak 12.624 kasus. Jika dibandingkan dengan data 15 Mei, terjadi peningkatan kasus pada 17 Juni sekitar 500 persen, diikuti dengan peningkatan kasus kematian berkaitan dengan Covid-19.

Tingkat keterisian tempat tidur pasien Covid-19 di Tanah Air juga dipastikan terus meningkat. Sistem kesehatan Indonesia dapat kolaps jika pihak yang berwenang tidak segera melakukan upaya-upaya maksimal untuk penanganan Covid-19.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement