REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dessy Suciati Saputri, Sapto Andika Candra, Rr Laeny Sulistyawati
Satuan Tugas Penanganan Covid-19 melaporkan terjadinya lonjakan kasus kematian mingguan per 20 Juni 2021. Satgas mencatat, kenaikan kasus kematian pada minggu ini mencapai 1.749 orang.
Juru Bicara Pemerintah Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, kenaikan kasus kematian ini sejalan dengan kenaikan kasus positif pada pekan ini. DKI Jakarta teratas dengan kenaikan 200 kasus kematian minggu ini, disusul Jawa Tengah naik 96 kasus, Jawa Timur naik 79 kasus, Jawa Barat naik 73 kasus, dan Lampung naik 72 kasus.
Secara harian, angka kematian masih menunjukkan tren kenaikan cukup signifikan. Pada Kamis (24/6) ini, angka kematian akibat Covid-19 dilaporkan ada 355 orang. Sudah dua pekan ini, angka kematian Covid-19 selalu di atas 200 orang per hari. Bahkan terhitung sejak 13 Mei 2021, tidak pernah lagi dilaporkan kematian di bawah 100 orang per hari.
Sementara itu, angka kasus positif juga melonjak tajam pada pekan ini, yakni mencapai 78.551 orang atau 42 persen. Wiku menyebut, kenaikan kasus ini telah berlangsung selama lima minggu berturut-turut.
Provinsi di Pulau Jawa pun kembali menjadi kontributor tertinggi penambahan kasus positif mingguan yang bahkan mencapai hampir dua kali lipat dibandingkan minggu sebelumnya. Lima provinsi di Pulau Jawa yang berkontribusi terhadap kenaikan kasus positif Covid-19, yakni DKI Jakarta yang naik sebesar 13.022 kasus, Jawa Barat naik 6.449 kasus, Jawa Timur menambahkan 1.756 kasus, DIY menambahkan 1.322 kasus, dan Jawa Tengah naik 1.012 kasus.
Jumlah kasus aktif Covid-19 di Indonesia juga menanjak secara signifikan. Pada Kamis (24/6), jumlah kasus aktif bertambah 11.018 orang menjadi 171.542 orang.
Lonjakan tinggi ini otomatis membuat situasi penularan Covid-19 di Tanah Air kembali ke awal 2021 lalu. Rekor kasus aktif tertinggi tercatat pada awal Februari dengan lebih dari 175 ribu orang.
Update situasi terkini perkembangan #COVID19 di Indonesia (24/6)
#BersatuLawanCovid19 #dirumahaja #jagajarak #adaptasikebiasaanbaru pic.twitter.com/cgSJ7WtWSb
— Kemenkes RI (@KemenkesRI) June 24, 2021
Manajemen RS
Tren peningkatan kasus positif dan kasus aktif Covid-19 yang semakin melonjak tajam berpengaruh terhadap peningkatan keterisian tempat tidur di rumah sakit di berbagai daerah. Karena itu, Wiku menyampaikan, perlunya manajemen yang baik terkait distribusi pasien Covid-19 yang tepat berdasarkan gejala sehingga keterisian tempat tidur di rumah sakit dapat terkendali.
Perawatan dan penanganan di rumah sakit, lanjutnya, akan diprioritaskan untuk diberikan kepada pasien dengan gejala berat dan sedang. Tidak semua pasien Covid-19 harus ke rumah sakit untuk mendapat penanganan lanjutan.
Menurut data global dari WHO, mayoritas pasien Covid-19 di dunia bergejala ringan hingga sedang dengan persentase sama, yakni masing-masing 40 persen. Karena itu, Wiku mengatakan, keberhasilan dalam manajemen pelayanan kesehatan yang baik ini bukan hanya terkait dengan masalah operasional rumah sakit.
Isolasi juga sebaiknya dilakukan terpusat di lokasi-lokasi yang layak agar pelaksanaannya dapat terpantau dengan baik. Pemerintah daerah melalui dinas kesehatan setempat bertanggung jawab menyediakan fasilitas isolasi terpusat.
"Satgas memahami kemampuan setiap daerah yang berbeda. Karena itu, masyarakat yang masih kekurangan fasilitas isolasi terpusat dapat ikut serta membantu upaya pengendalian Covid-19 secara berjenjang dengan berinisiatif melakukan isolasi mandiri baik di rumah, tempat kos, hotel, atau apartemen," jelas Wiku.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengakui lonjakan kasus Covid-19 membuat pemerintah menyiapkan skenario rencana terburuk. Di antaranya mengubah ruang Instalasi Gawat Darurat (IGD) menjadi tempat perawatan.
"Kami melihat eskalasi kenaikan kasus Covid-19 ini. Memang kenaikan kasusnya sangat drastis, eksponsensial dan kenaikan kasus dan pasien ini tidak bisa diimbangi dengan jumlah tempat tidur," kata Dirjen Pelayanan Kesehatan Kemenkes Abdul Kadir dalam konferensi virtual Kemenkes bertema Penunjukan Rumah Sakit Khusus Covid-19, Kamis (24/6).
Selain mengubah ruang IGD menjadi ruang perawatan, kemudian tenda-tenda di rumah sakit yang bisa digunakan sebagai tempat triase pasien serta dimanfaatkan untuk ruang perawatan. Selain itu, dia melanjutkan, Kemenkes berkeinginan mencari ruangan, gedung pertemuan atau auditorium atau aula yang tidak dimanfaatkan.
"(Bangunan) ini supaya bisa jadi ruang perawatan pasien Covid-19," ujarnya.
Dengan mengubah bangunan tak digunakan tersebut, Kemenkes juga nantinya menetapkan klasifikasi pasien yang bisa masuk ke ruangan dan dirawat atau masuk ruangan isolasi biasa. Ia mengakui, upaya penambahan ruangan ini memang harus dilakukan.
Kendati demikian, kini pihaknya dihadapkan dengan persoalan pasien non-Covid-19 yang kini mulai berobat. Ia membandingkan selama Januari dan Maret lalu hanya pasien Covid-19 yang meningkat, sedangkan pasien non-Covid-19 berada di rumah karena takut berobat ke rumah sakit.
"Tetapi saat ini selain pasien Covid-19, ternyata pasien non-Covid-19 juga banyak," ujarnya.
Kemenkes juga mengkonversikan tiga rumah sakit yakni RSPI Sulianti Saroso, RSUP Persahabatan dan RSUP Fatmawati menjadi rumah sakit khusus penanganan Covid-19. Hal itu didasarkan pada pemantauan peningkatan kasus konfirmasi positif di atas 10 ribu kasus per hari terkini, serta guna menambah kapasitas perawatan pasien dengan kondisi sedang hingga berat.
"Dengan mengkonversi ketiga rumah sakit ini full untuk kasus Covid-19 akan membantu menambah ketersediaan dan tempat perawatan," kata Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi, Kamis.